Bandar Lampung (Lampost.co)–Isra Mi’raj dan safar menjadi tausiyah peringatan Isra Mi’raj yang digelar di Dewan Kemakmuran Masjid Al-Muawanah, Kelurahan Rajabasanyunyai, Rajabasa, Bandar Lampung, pada Sabtu, 10 Februari 2024.
Ustaz Khumaidi Ja’far dalam tausiyahnya mengatakan, peristiwa Isra Miraj terjadi setelah meninggalnya paman Nabi Muhammad, Abi Thalib dan istri Rasulullah Siti Khadijah. Dalam bahasa arab, Isra berarti perjalanan di malam hari, sedangkan Miraj artinya kenaikan.
“Nabi Muhammad saw juga mendapati teror secara fisik dari orang-orang Quraisy dan tidak mendapat perlindungan dari orang Madinah. Sehingga Allah swt memberikan mujizat melalui peristiwa Isra Miraj tersebut salah satunya sebagai upaya menghibur Nabi Muhammad saw yang dilanda kesedihan atas musibah kehilangan paman dan istrinya,” ujar dia.
Menurut Khumaidi, atas kejadian demi kejadian yang dialami Nabi Muhammad saw selayaknya dengan manusia biasa tentu mengalami kebuntuan, maka Allah menghibur Nabi Muhammad dengan memperjalankannya ke langit. Saiful menerangkan, sebagai manusia yang bisa mengalami kebuntuan hidup dapat dihadapi dengan melakukan safar alias jalan-jalan.
“Oleh karenanya dengan bersafar lazimnya seseorang akan banyak menemukan ide-ide luar biasa, tetapi safar yang dilakukan adalah safar kepada hal-hal yang baik,” katanya.
Hikmah melakukan safar diantaranya bahwa setiap manusia akan melewati suatu proses kehidupan, manusia akan menuju sebuah destinasi. “Jika Rasulullah mengatakan di akhirat akan begini dan begitu, berarti menuju kesana akan melewati proses,” ujarnya.
Kedua, tersirat dari peristiwa Isra’ Mi’raj adalah mengenai salat dan masjid. Kita mengetahui bahwa peristiwa ini melakukan perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa padahal kita meyakini bahwa Allah bisa berkendak untuk langsung mengantar Nabi Muhammad ke Sidratul Muntaha. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya masjid yang secara maknawi bukan hanya sekadar tempat ibadah, tapi ada ruh dan aktivitas.
“Salat itu tiang agama. Kemudian dalam redaksi kisah isra miraj dituliskan juilal ardhu masjidaa (dijadikan bumi sebagai masjid), oleh karenanya umat Islam bisa melaksanakan salat di mana saja. Masjid juga harus menjadi sentral utama umat Islam,” katanya.
Ketiga, peristiwa Isra’ Mi’raj memberi pengertian tentang peristiwa kehidupan umat Islam yang beriman. Atas peristiwa ini Nabi Muhammad dinistakan oleh kaumnya, beliau dianggap berhalusinasi karena menunjukkan perjalanan yang tidak masuk akal dan hanya orang-orang beriman yang mempercayai kisah Isra’ Mi’raj ini.
Hikmah terakhir yang disampaikan Khumaidi mengenai pentingnya iman. “Sebagai manusia biasa kita tidak akan percaya kepada kemukjizatan kalau tidak ada keimanan dalam hatinya. Maka iman adalah modal utama seseorang berkehidupan dalam naungan Islam,” ujarnya.
Sri Agustina