Bandar Lampung (Lampost.co) — Pemerintah Indonesia telah mengalokasikan 20 persen APBN untuk kebutuhan pendidikan. Namun pengalokasian itu tidak memberikan dampak signifikan terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia.
Staf Khusus (Stafsus) Presiden Bidang Inovasi, Pendidikan, dan Daerah Terluar, Billy Mambrasar mengungkapkan, 20 persen anggaran pendidikan nasional adalah Rp665 triliun. Sebanyak 52 persen dari anggaran itu pemerintah serahkan kepada pemerintah daerah untuk kebutuhan pendidikan.
Menurutnya, pemerintah di daerah terlalu mementingkan infrastruktur dalam menggunakan anggaran tersebut. Dampaknya, kesejahteraan dan kualitas guru pun jadi terabaikan.
Baca Juga:
Siswa Diimbau Tak Takut Konsultasi ke Guru BK
“Jangan hanya fokus membangun infrastruktur, tapi perhatikan juga kesehatan guru dan murid,” ungkapnya saat Podcast di kantor Lampung Post, Senin, 2 September 2024.
Kesejahteraan guru tentu berimplikasi terhadap kualitas mengajar guru. Hal itu memberikan pengaruh kepada penyampaian pelajaran terhadap peserta didiknya.
Menurutnya kualitas guru sangat penting dalam kemajuan pendidikan dan kualitas SDM di Indonesia. Sehingga pemerintah daerah harus bisa memberikan perhatian terhadap guru dengan memanfaatkan anggaran yang mereka dapatkan tersebut.
“Tanpa kerja mereka (guru) tujuan presiden dan negara untuk mencapai Indonesia Emas 2045 tidak akan tercapai,” katanya.
Ia menambahkan, bagi mereka yang memilih menjadi guru adalah orang yang mulia. Sebab Indonesia Emas 2045 hanya bisa tercapai oleh pemerintah dengan perjuangan dari para guru.
Beradaptasi
Sebelumnya, seorang guru harus memiliki kesiapan dan beradaptasi dalam menghadapi cepatnya perubahan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi seperti saat ini.
Ahli Pers sekaligus Pemimpin Perusahaan Lampung Post, Iskandar Zulkarnain, mengatakan, perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cepat memerlukan kesiapan dalam menghadapi perubahan, khususnya menghadapi era 5.0 atau masyarakat.
Perkembangan zaman yang cepat membuat pola asuh dan belajar anak berbeda dengan generasi sebelumnya. Untuk itu kemampuan tenaga pendidik dalam beradaptasi dengan teknologi menjadi penting untuk dikuasai.
“Hari ini kita tidak akan bicara masa lalu, karena masa lalu itu generasinya sudah lewat. Hari ini kita dihadapkan dengan anak-anak yang melek digital. Di mana anak umur baru 4 tahun sudah bisa mengekspresikan keadaan di lingkungannya,” kata Iskandar saat menjadi narasumber dalam acara Seminar dan Workshop IGTKI-PGRI Inspiring Teacher Provinsi Lampung 2024 di GSG Unila, Rabu, 19 Juni 2024.
Era socety 5.0 adalah konsep dari negara Jepang yang menggabungkan antara fokus manusia dan teknologi. Ia menyebut era ini lahir dari revolusi industri 4.0 untuk mengatasi degradasi peran manusia.
Revolusi industri yang terjadi di Prancis dan Inggris pada saat itu sudah mulai meninggalkan tenaga manusia dan beralih kepada uap.
Begitu juga dengan temuan listrik oleh Thomas Alfa Edisson dengan cepat merubah perkembangan dunia.
“Kalau 1870-1980 kita bicara sudah era internet. Hari ini kita sudah bicara digitalisasi. Jadi situasi yang harus guru hadapi ini luar biasa, sehingga kita harus bisa beradaptasi,” ujarnya.