Bandar Lampung (Lampost.co)– Peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 saat ini telah diperkenankan untuk melaksanakan kampanye di lingkungan pendidikan.
Hal ini sebagaimana yang tertuang dalam aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia (RI) melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 tahun 2023 atas perubahan PKPU 15 tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu.
Dalam peraturan tersebut, sebaimana disebut dalam pasal 74A Ayat (4), bahwa yang dimaksud lingkungan pendidikan tersebut merupakan perguruan tinggi yang meliputi universitas, institut, sekolah tinggi, politeknik, akademi, dan/atau akademi komunitas.
Menanggapi hal itu, Pengamat Politik Universitas Lampung, Budi Harjo menilai bahwa kebijakan baru kampanye ini merupakan sebuah kemajuan yang harus disambut baik oleh perguruan tinggi.
Sebab Dosen Ilmu Pemerintahan FISIP Unila ini menilai dengan diberlakukannya kampanye di kampus, maka mahasiswa sebagai bagian dari daftar pemilih muda dapat menjadi lebih punya akses yang luas dalam menguji gagasan dari para peserta Pemilu.
Dengan adanya aturan ini, lanjut Budi, anak-anak muda bisa mendapatkan gambaran tentang program-program yang akan di usung oleh para calon pemimpin. Jika selama ini kampus tidak diperkenankan menjadi tempat kampaye, maka menurutnya itu sama saja dengan menutup akses dan kesempatan anak-anak muda untuk mengetahui apa yang akan dilakukan oleh calon pemimpin.
“Sehingga nantinya mereka punya kemampuan yang kritis untuk bisa memberikan apresiasi ataupun tidak mengapresiasi terhadap apa yang mau dilakukan oleh seorang pemimpin itu,” ujar Budi pada Kamis, 16 November 2023.
Tak hanya itu, hadirnya PKPU 20 tahun 2023 menurut Budi akan melahirkan sebuah komitmen yang terjalin antara calon pemimpin dengan para insan intelektual yang mewakili suara masyarakat.
Menurutnya, ketika komitmen itu dibangun maka ada tanggung jawab untuk merealisasikannya. termasuk tanggung jawab pemilih untuk bisa mengawal komitmen yang telah dijanjikan. Serta tanggung jawab calon pemimpin untuk merealisasikan programnya sebagai pertanggung jawaban moril.
“Jadi dua-duanya punya tanggung jawab yang sama untuk bisa mendorong agar apa yang dijanjikan ke depan bisa dikawal,” tandasnya.
Nurjanah