Bandar Lampung (Lampost.co) — Kepala Dinas Kehutanan Lampung, Yanyan Ruchyansyah, mengungkapkan pemanfaatan karbon atau zat adi wilayah Lampung hingga kini belum berjalan. Namun, potensi tersebut mulai terbuka luas seiring kebijakan Pemerintah Pusat yang mengizinkan transaksi karbon sebagai tindak lanjut komitmen Indonesia dalam COP 30.
Poin Penting:
-
Pemprov Lampung dan OJK sedang menghitung nilai ekonomi karbon.
-
Ekonomi karbon berpotensi menambah pendapatan daerah.
-
Zona hijau bukan untuk eksploitasi, tetapi untuk pemanfaatan karbon non-ekstraktif.
Yanyan menjelaskan pihaknya bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengkaji mendalam mengenai nilai ekonomi karbon di Lampung. Studi tersebut mencakup kawasan hutan maupun areal penggunaan lain (APL).
“Kami sudah beberapa kali bersama OJK melakukan studi visibilitas ekonomi karbon. OJK mengundang kami tanggal 15 untuk mempresentasikan perhitungan nilai ekonominya. Saat ini perhitungannya masih berjalan. Nanti kami komparasikan hasilnya dengan perhitungan OJK,” ujarnya.
Baca juga: Revisi Zonasi Taman Nasional Way Kambas Hanya untuk Pemanfaatan Karbon
Ia menilai potensi karbon yang kini pemerintah buka dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi daerah. Sistem carbon trading atau perdagangan karbon memungkinkan Lampung memperoleh dana segar yang dapat mendukung berbagai program pembangunan.
“Ini peluang besar. Selain menambah pemasukan, tegakan hutan juga akan lebih terjaga karena penjualannya harus mendapat proteksi. Karbon yang tersimpan dalam vegetasi sudah bernilai sehingga harus mempertahankan pohon-pohon itu,” ujarnya.
Fokus Awasi Pembalakan Liar
Yanyan juga menambahkan meningkatnya aktivitas ilegal seperti pembalakan liar menjadi salah satu fokus pengawasan. Pemprov Lampung telah mengeluarkan instruksi kepada seluruh Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) untuk memperketat pengawasan dan tidak melakukan aktivitas penebangan yang dapat merusak tegakan.
“Pak Gubernur sudah instruksikan agar KPH tidak melakukan penebangan liar atau aktivitas lain yang merusak hutan. Dengan adanya potensi perdagangan karbon, proteksi harus semakin kuat,” katanya.
Terkait perubahan warna zona dari merah ke hijau dalam revisi zonasi, Yanyan memahami kekhawatiran publik yang menganggap perubahan tersebut membuka peluang eksploitasi.
Namun, ia menekankan zona hijau tersebut bukan area yang boleh mengeksploitasi, melainkan kawasan pemanfaatan karbon yang justru harus lebih ketat menjaganya. “Walaupun berubah menjadi blok pemanfaatan, kawasan itu tetap mendapat proteksi. Bahkan, proteksinya lebih kuat daripada sebelumnya karena harus mempertahankan karbonnya. Menjual artinya menjaga tegakan, bukan mengeksploitasi,” kata Yanyan.
Dengan proses perhitungan nilai ekonominya yang sedang berlangsung, Lampung kini bersiap memaksimalkan peluang baru sekaligus memperkuat komitmen perlindungan hutan di tengah tantangan kerusakan kawasan.






