Jakarta (Lampost.co)—Makan siang gratis merupakan program usulan Calon Pasangan Capres-cawapres Prabowo -Girban yang masuk dalam pembahasan kabinet di Istana Negara. Padahal program ini menuai pro maupun kontra berbagai pihak.
Terlebih program tersebut masuk pembahasan sidang kabinet di Istana Negara dan akan masuk dalam APBN 2025. Hal tersebut diungkap Airlangga Hartarto, Menko Perekonomian yang mengatakan program makan siang gratis akan akomodir dalam RAPBN 2025 agar program nantinya bisa lancar pelaksanaannya pada tahun 2025.
Simulasi program makan siang gratis ini telah diterapkan di SMP Negeri 2 Curug, Tangerang, Banten.
Baca Juga: Warga Pulau Pasaran Bandar Lampung Diajak Gemar Makan Ikan
Simulasi melibatkan anak-anak SMP di sekolah setempat dan mengundang anak-anak SD yang mendapat empat menu: yakni nasi ayam, nasi semur telur, gado-gado, dan siomay. Menu itu sudah memenuhi kebutuhan karbohidrat, protein hewani, protein nabati, sayuran, dan buah. Semua menunya itu dihargai Rp15.000/porsi.
Menanggapi hal itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut jika APBN 2025 juga harus mengakomodir program dari Presiden terpilih 2024. Namun, pemerintah harus menunggu hasil Komisi Pemilihan Umum (KPU), sebelum memulai pembicaraan dengan tim pemerintahan baru.
Baca Juga: 2 Hari Banjir, Warga Butuh Bantuan Makanan hingga Pakaian
“Jadi yang paling penting itu komunikasi antara pemerintah sekarang dengan pemerintah yang akan datang,” katanya.
Menkeu memastikan rincian program dari presiden terpilih akan lebih lanjut pembahasannya setelah keputusan sah dari KPU. Sri Mulyani menyebut rancangan defisit APBN pada 2025 sebesar 2,48%-2,8%. Angka defisit itu melebar dari yang penetapan untuk APBN 2024 sebesar 2,29%.
Padahal, APBN 2025 di masa transisi pemerintahan terakhir Jokowi dengan pemerintahan baru pemenang Pilpres 2024 pun telah memasukkan program seperti makan siang gratis.
“Jadi yang paling penting pertama adalah komunikasi antara pemerintah sekarang dengan pemerintah yang akan datang untuk bisa mewadahi di dalam rancangannya,” kata Sri Mulyani, Rabu, 28 Februari 2024.
Menangapi hal itu, Co-captain Tim Nasional Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin), Tom Lembong menilai langkah pemerintah yang membahas program makan siang dan susu gratis Prabowo-Gibran tidaklah etis.
Tom mengungkapkan, sebaiknya pembahasan kebijakan peningkatan gizi masyarakat, seperti program makan siang gratis, melalui pembahasan lebih teknokratis. Bahkan, menurutnya, pembahasan kebijakan itu harus berlandaskan data dan fakta.
“Kebijakan seperti nutrisi itu kan sebaiknya berproses melalui sebuah pembahasan teknokratis, berlandaskan hitungan yang transparan dan data, fakta, realita. Semakin teknokratis, semakin profesional, semakin transparan, semakin baik,” kata Tom Lembong, Minggu, 3 Maret 2024.
Anggaran Makan Siang
Sementara itu, anggaran yang tersedia untuk makan siang gratis ini tidaklah sedikit. Jika tiap porsi makan siang senilai Rp15.000 di satu sekolah SD misalnya, asusmsinya ada rata-rata 100 siswa, maka dalam satu hari dana yang harus ada sebesar Rp1,5 juta. Dalam seminggu (5 kali meberian makan siang gratis) Rp7,5 juta. Dalam sebulan rata-rata 4 minggu, maka dana yang harus ada sebesar Rp30 juta. Artinya dalam 1 bulan untuk 1 sekolah harus memerlukan biaya Rp30 juta.
Lalu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Laporan Statistik Indonesia 2023 mengenai jumlah sekolah di Indonesia ada 399.376 unit sekolah. Biaya makan siang ini untuk satu bulan buat seluruh siswa sekolah di Indonesia adalah Rp30 juta x 399.376 sekolah menghasilkan jumlah Rp11.981.280.000.000.
Angka yang cukup fantastik. Belum lagi jika setahun, terlebih selama periode presiden 5 tahun, maka nilainya akan sangan panjang.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Satu Kahkonen mengatakan semua rencana presiden terpilih harus memperisapkannya secara matang, termasuk untuk makan siang gratis.
Persiapan itu adalah soal ketersediaan anggaran. Satu berharap pemerintah juga taat pada rentang defisit anggaran seseai kesepatan yaitu di bawah 3% dari Produk Domestik Bruto. Ia mengatakan stabilitas makroekonomi dan stabilitas fiskal juga perlu pengawasan dalam pelaksanaan program ini.