“Alat kontrasepsi ini di tujukan untuk remaja yang menikah dini. karena kita tidak bisa melarang pernikahan,” kata Budi di Puskesmas Tebet, Jakarta Selatan, Selasa, 6 Agustus 2024.
Pernyataan tersebut merespons keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan, yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. PP ini menimbulkan kontroversi karena mengatur penyediaan alat kontrasepsi untuk pelajar.
Budi menjelaskan bahwa tingginya angka perkawinan usia dini di Indonesia menjadi salah satu penyebab kasus stunting. Ibu hamil yang berusia di bawah 20 tahun berpotensi melahirkan bayi yang tidak sehat dan cenderung mengalami stunting. “Angka kematian ibu dan bayi juga tinggi,” tambahnya.
Budi menyatakan bahwa pernikahan tidak bisa mereka larang, oleh karena itu pemerintah memilih untuk memberikan edukasi kepada remaja yang menikah dini. Edukasi ini bertujuan untuk menurunkan angka kematian balita dan kasus stunting.
Dalam upaya ini, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan kepala daerah untuk memastikan bahwa program ini tepat sasaran. Alat kontrasepsi bukan di tujukan untuk pelajar secara umum, melainkan untuk mereka yang menikah di usia sekolah.
“Kebanyakan daerah di Indonesia masih memiliki budaya menikah di usia sekolah. Itu targetnya, untuk yang menikah di usia sekolah,” jelasnya.
Dalam penutup keterangannya, Kementerian Kesehatan meminta media untuk membantu menyebarkan edukasi kepada remaja mengenai perilaku hidup sehat. Dinas Pendidikan DKI Jakarta juga bekerja sama dengan Dinas Kesehatan terkait penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa.
Undang-Undang Kesehatan
Sebelumnya, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
PP tersebut mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. Pasal 103 ayat (1) menyatakan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi untuk usia sekolah dan remaja minimal. Meliputi pemberian komunikasi, informasi, edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.
Ayat (4) menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja harus meliputi deteksi dini penyakit. Pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.