Bandar Lampung (Lampost.co)— Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas (UKM-F) Mahkamah Unila membahas sekaligus nonton bareng (nobar) dokumenter kematian Munir. Film berjudul “Kiri Hijau Kanan Merah” karya Watchdoc, pada Sabtu, 7 September 2024.
Di sela acara, masyarakat sipil yang hadir menyalakan lilin sebagai bentuk menolak lupa 20 tahun kematian aktivis HAM, Munir Said Thalib.
Kepala Divisi Advokasi LBH, Bandar Lampung, Prabowo Pamungkas mengatakan setiap 7 September yang bertepatan sebagai hari kematian Munir, harus tetap mengingatkan.
Baca Juga: Komnas HAM Soroti Pilkada di Lampung
Menurutnya, masyarakat sipil perlu mengetahui bawa Munir adalah sosok pahlawan HAM yang membela kepentingan masyarakat sipil dan demokrasi.
“Pembunuhan munir semestinya kasus pelanggaran HAM berat,” katanya.
Ia menyebut banyak alasan kematian Munir dapat masuk sebagai pelanggaran berat berdasarkan hasil tim pencari fakta yang dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pascaMunir tewas di pesawat.
Terlebih, lanjut Prabowo, kematian Munir itu seperti secara terstruktur lebih dari satu orang.
“Peristiwa ini sistematis adanya dugaan kuat keterlibatan aktor negara, dalam hal ini BIN. Sehingga sangat memungkinkan adanya pelanggaran HAM berat,” jelasnya.
Bowo memandang kasus pembunuhan Munir Said Thalib merupakan peristiwa sangat serius bagi pembela hak asasi manusia. “Sudah 20 tahun kematian Munir hingga saat ini belum ada tindakan serius dari negara untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM ini,” tuturnya.
Maka dari itu, ia meminta Komnas HAM untuk segera mengungkap secara terang kasus pembunuh Munir yang sudah berjalan 20 tahun.
Pelanggaran HAM
“Komnas HAM harusnya menjadikan kasus pembunuhan Munir sebagai pelanggaran HAM berat,” kata dia.
Ia meminta masyarakat sipil untuk meneladani nilai-nilai perjuangan membela masyarakat marjinal dan terpinggirkan yang dilakukan Munir semasa hidupnya.
“Munir adalah pahlawan HAM yang mengadvokasi beberapa pelanggaran HAM dan membela kita apabila HAM kita terbaikan oleh negara,” pungkasnya.
Munir Said Thalib, pria kelahiran 8 Desember 1965 adalah seorang aktivis hak asasi manusia Indonesia. Ia merupakan salah satu pendiri lembaga swadaya masyarakat Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan Imparsial.
Pada saat menumpangi Garuda Indonesia Penerbangan 974 dari Jakarta menuju Amsterdam menggunakan pesawat berjenis 747-400 pada 7 September 2004, ia terbunuh dengan racikan racun arsen leat minumannya.