Bandar Lampung (Lampost.co) — Karier dosen perguruan tinggi saat ini menjadi perbincangan hangat di kalangan akademisi. Hal itu seiring terbitnya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional.
Peraturan itu memunculkan berbagai masalah, seperti penolakan pengajuan dan kesalahpahaman terhadap syarat yang berlaku.
Direktur SDM Kemendikbudristek Dikti, Mohammad Sofwan Effendi, mengatakan Kementerian segera menerbitkan aturan baru. Beleid itu dalam bentuk Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kepmendikbud) untuk memberi solusi terhadap semua tantangan.
BACA JUGA: Kemenag Buka Peluang Kerja Sama dengan Perguruan Tinggi di Amerika
Regulasi baru itu akan membuat pemerintah tidak lagi mengatur individu dosen secara langsung, tetapi fokus mengatur perguruan tinggi mengelola dosen. Sehingga, harapannya dapat memberi kemandirian dan otonomi kepada perguruan tinggi dalam mengelola sumber dayanya.
Aturan itu membuat pemerintah hanya akan menetapkan standar minimal dan perguruan tinggi menilai melalui aplikasi yang kementerian kelola. Sehingga, proses itu dapat memudahkan administrasi.
“Dosen akan memiliki diskresi terkait syarat tertentu yang Kepmendikbud atur, bukan dari Menpan RB Nomor 1 Tahun 2023,” kata Sofwan, saat Dialog Nasional Forkom FKIP Negeri se-Indonesia bertema “Karier Dosen dan Best Practice Pelaksanaannya” di Aula FKIP, Jumat, 3 Mei 2024.
Eks Plt Rektor Unila itu memberikan gambaran ke depannya jabatan rektor tidak hanya sebagai pemimpin manajerial. Namun, lebih kepada pemimpin yang memiliki jiwa kewirausahaan.
Hal itu ia rasakan saat sempat memimpin Unila 2022 lalu. Dia yang membuka peluang sosok luar Unila untuk melamar posisi Rektor. Namun, dalam konteks budaya Indonesia masih sulit terjadi karena sosok dari luar dianggap tidak memiliki peluang menang dalam proses pemilihan di senat universitas.
“Kalau di luar negeri, seperti di Harvard, mereka membuka kesempatan bagi calon pemimpin dari luar universitas. Contohnya, seorang calon dari Jepang bisa memenangkan pemilihan karena visi yang baik dan sesuai kebutuhan universitas,” kata dia.
Momen Pengelolaan Lebih Baik
Dekan FKIP Unila, Prof Sunyono, menjelaskan dialog nasional menjadi momen berbagi FKIP dalam pengelolaan kampus. Sekaligus peluang terwujudnya usulan baru bagi kenaikan jabatan fungsional dosen.
“Tema ini agar menjadi pembelajaran bersama berkenaan dengan target dalam mengelola kampus yang terangkum pada indikator kinerja utama (IKU),” katanya.
Sementara itu, Rektor Unila, Prof Lusmeilia Afriani, menjelaskan terkait best practice Unila dalam mengelola perguruan tinggi. Mulai dari peningkatan jumlah guru besar, akreditasi unggul program studi, kerja sama internasional, dan penelitian.
Menurut dia, meningkatkan jumlah guru besar dan jenjang fungsional dosen ke tingkat lebih tinggi adalah keharusan. Bahkan, jejaring Unila mendorong prodi dan fakultas melakukan kerja sama dengan kampus top di Indonesia dan dunia.
Selain itu, pengembangan SDM, pemberdayaan komunitas, pengajaran, membangun jejaring kerja sama, hingga meningkatkan kapabilitas manajerial pimpinan juga terus ada peningkatan.
Sebab, tonggak perubahan Unila perlu dari segala lini, baik dari sektor manajerial, struktural, dan lainnya sehingga hasilnya menjadi maksimal.
“Perubahan sebagai upaya Unila menjadi kampus unggul dan memiliki daya saing di kancah nasional dan internasional. Untuk itu, setiap lini kami coba sinkronkan,” kata dia