Bandar Lampung (Lampost.co) – Penguatan langkah koordinasi dan sinergi antara para pemangku kepentingan pada tingkat pusat dan daerah, serta masyarakat. Ini harus mampu melahirkan gerakan anti kekerasan dan mewujudkan perlindungan menyeluruh bagi setiap warga negara.
“Upaya untuk memperkuat sinergi pihak-pihak terkait dalam mewujudkan sebuah gerakan nasional antikekerasan terhadap perempuan dan anak. Harus menjadi kepedulian setiap anak bangsa untuk memberikan dukungan sepenuhnya.” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Senin, 7 Juli 2025.
Kemudian menurut Lestari, kondisi kedaruratan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Ini tersebut harus mendapat respon yang segera dari pihak-pihak terkait untuk mengatasinya.
Lalu Rerie, sapaan akrab Lestari, berpendapat. Upaya melahirkan sebuah gerakan nasional anti kekerasan harus terwujudkan dengan sejumlah langkah nyata.
Selanjutnya Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu berharap. Kebijakan yang kelak tertujukan untuk melindungi perempuan dan anak dari tindak kekerasan. Kemudian harus dapat terpahami masyarakat luas.
Sehingga, ujar Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu. Lalu kebijakan yang tertujukan untuk melahirkan sebuah gerakan nasional antikekerasan terhadap perempuan dan anak. Kemudian bisa mendapat dukungan setiap warga negara.
Kemudian Rerie sangat berharap, para pemangku kepentingan bersama masyarakat. Sehingga dapat segera mengatasi kedaruratan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi. Serta mewujudkan perlindungan menyeluruh bagi setiap anak bangsa.
Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Jumat, 4 Juli 2025 pekan lalu. Menggelar Rapat Koordinasi Tim Inti Penyusunan Rancangan Instruksi Presiden (Inpres) tentang Gerakan Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (GN-AKPA).
Kemudian rapat tersebut tertujukan untuk menyatukan pemahaman dan sinergi antar-kementerian/lembaga serta mitra strategis. Terlebih dalam merespons kondisi darurat kekerasan.
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA) per 3 Juli 2025 tercatat 14.039 laporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, dengan lonjakan lebih dari 2.000 laporan hanya dalam 17 hari terakhir.