Bandar Lampung (Lampost.co) — Direktur Perencanaan Konservasi Kementerian Kehutanan, Ahmad Munawir menegaskan revisi zonasi Taman Nasional Way Kambas (TNWK) yang kini dalam pembahasan konsultasi publik tidak akan mengubah fungsi kawasan konservasi, khususnya terkait perlindungan ekosistem dan satwa liar.
Poin Penting:
-
Revisi zonasi TNWK tidak mengubah fungsi konservasi.
-
Mengalihkan sebagian zona inti ke zona pemanfaatan khusus karbon.
-
Aktivitas pemanfaatan karbon bersifat nonekstraktif.
Menurutnya, zonasi merupakan strategi penting dalam pengelolaan taman nasional. Melalui zonasi, kawasan terbagi ke dalam beberapa fungsi, seperti zona inti, zona pemanfaatan, zona rehabilitasi, zona rimba, zona khusus, hingga zona religi.
Regulasi memperbolehkan pembaruan zonasi untuk menyesuaikan kebutuhan pengelolaan, perubahan kebijakan, maupun dampak bencana. Salah satu poin penting dalam revisi zonasi adalah rencana perubahan sebagian zona inti menjadi zona pemanfaatan. Namun Munawir menekankan perubahan tersebut bukan untuk membuka akses wisata, panas bumi, atau bentuk pemanfaatan ekstraktif lainnya.
Baca juga: Polda Lampung Janji Tegakkan Hukum Sektor Kehutanan dan Lingkungan
“Perlu saya tegaskan, perubahan zona inti menjadi zona pemanfaatan ini semata-mata untuk memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024. Regulasi itu mengatur pemanfaatan karbon di kawasan konservasi hanya di zona pemanfaatan,” ujarnya.
Ia memastikan aktivitas di zona pemanfaatan karbon tetap bersifat nonekstraktif. Tidak ada penebangan pohon, pembangunan fasilitas, atau kegiatan yang berpotensi merusak ekosistem. Zona tersebut hanya untuk perlindungan, penjagaan, penelitian, serta pemulihan area yang rusak.
“Untuk karbon, tidak boleh menebang satu pohon pun. Justru kita harus menjaga hutan tetap utuh dan memperbaiki area yang rusak. Kalau hutan rusak, karbonnya tidak akan bernilai,” katanya.
Munawir mencatat luas zona pemanfaatan karbon di TNWK mencapai sekitar 33 ribu hektare. Jika digabung dengan zona pemanfaatan umum—yang memungkinkan kegiatan wisata—luasnya menjadi sekitar 39 ribu hektare atau sekitar 30 persen dari total luas kawasan.
Kawasan Konservasi Tidak Diperjualbelikan
Ia juga sekaligus meluruskan isu terkait penjualan kawasan konservasi kepada pihak asing. “Tidak ada dan tidak mungkin menjual kawasan hutan negara. Yang mungkin terjadi adalah badan usaha mengajukan izin pemanfaatan karbon yang secara regulasi boleh. Tetapi sekali lagi, pemanfaatannya bukan menebang, melainkan menjaga dan merestorasi,” ujarnya.
Selain itu, Munawir juga menambahkan Undang-Undang 32 Tahun 2024 merupakan penyempurnaan dari UU No. 5 Tahun 1990. Regulasi itu menguatkan perlindungan terhadap satwa dan peningkatan sanksi bagi perusak kawasan konservasi.
Dengan revisi zonasi ini, pemerintah berharap pengelolaan TN Way Kambas dapat semakin sejalan dengan regulasi terbaru. Selain itu, sekaligus memperkuat upaya konservasi dan restorasi di kawasan yang selama ini menjadi habitat penting satwa liar, termasuk gajah sumatra.






