Jakarta (Lampost.co) — Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyampaikan survei upah layak jurnalis tahun 2024. Menurut AJI, seorang jurnalis layak menerima gaji sebesar Rp8.334.542 dalam sebulan.
“Survei upah layak ini bagian dari komitmen AJI untuk merawat organisasi dan memperjuangkan upah layak jurnalis,” kata Ketua Divisi Advokasi dan Ketenagakerjaan AJI Jakarta, Irsyan Hasyim dalam keterangannya pada Minggu, 23 Juni 2024.
Menurut Irsyan, angka Rp8,3 juta itu sesuai untuk kesejahteraan jurnalis. Besaran itu juga berdasarkan potret profesionalisme wartawan di tengah tantangan rezim.
Baca Juga:
Pelajar SMPN 18 Mesuji Belajar Jurnalistik di Lampung Post
“Profesionalisme jurnalis dan kesejahteraan mereka dengan tantangan rezim yang tiap kali pemerintahan berbeda,” ujar Irsyan.
Survei ini mereka laksanakan pada Mei 2024. Sebanyak 91 responden berstatus jurnalis dengan masa kerja satu sampai tiga tahun tercatat mengikuti jajak pendapat itu.
Dalam survei itu, 79 persen responden mengaku mendapat gaji Rp4 juta sampai Rp6 juta dalam sebulan. Sebanyak 13 persen responden mengaku mendapat gaji Rp2 juta sampai Rp6 juta dalam sebulan.
Sebanyak empat persen responden mengaku mendapat gaji di bawah Rp10 juta dalam sebulan. Selain itu ada tiga persen responden mengaku mendapat gaji Rp1 juta sampai Rp2 juta dalam sebulan. Satu persen responden mengaku mendapat gaji sesuai dengan jumlah pembaca.
UU Pers
Seorang jurnalis dalam menjalankan kerja jurnalistik mendapat perlindungan dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Meski begitu, ada sejumlah kewajiban yang mesti jurnalis jalankan dalam menjalankan profesinya.
Ahli Pers Dewan Pers, Iskandar Zulkarnain mengungkapkan, wartawan adalah seseorang yang bekerja mencari informasi, mengumpulkan berita, menyusun berita dan secara teratur menulis laporan untuk dimuat di media massa.
Dalam memproduksi berita, pers harus berimbang dalam menggunakan narasumber. Bahkan pers wajib memberikan hak jawab kepada narasumber terkait pemberitaan.
“Jika tidak wartawan atau pers melakukan pelanggaran dan dapat terancam hukuman denda maksimal Rp500 juta,” ungkapnya, Rabu, 12 Juni 2024.
Hal tersebut Iskandar sampaikan dalam kegiatan silaturahmi Polda Lampung dan media massa di Rainbow Slide, Kemiling, Bandar Lampung.
Selain itu, perusahaan pers atau wartawan juga wajib memberikan hak koreksi tidak hanya kepada narasumber, tapi kepada publik. Kewajiban ini berkaitan jika terdapat materi pemberitaan yang keliru.
Kemudian wartawan memiliki hak untuk menolak mengungkap identitas narasumber. Hal tersebut berdasarkan pasal 1 ayat 10 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Hak tersebut untuk melindungi narasumber, wartawan berhak menolak mengungkapkan identitas narasumber bahkan dalam persidangan,” jelasnya.
Pemimpin Perusahaan Lampung Post itu juga menambahkan, dalam konteks produk jurnalistik, permasalahan pers harus terselesaikan melalui sengketa pers di Dewan Pers. Hal tersebut yang membedakan perusahaan pers dan media sosial.