Jakarta (Lampost.co) — Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan meminta dunia tetap fokus membebaskan Palestina dari cengkraman penjajahan Israel. Menurut dua konflik terbaru antara Israel dengan Iran tidak boleh menghentikan upaya itu.
Isu tersebut diungkapkan Erdogan usai menerima kunjungan pemimpin militan Palestina atau Hamas, Ismail Haniyeh, Sabtu, 20 April 2024. Keduanya juga membahas upaya untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza dan mencapai perdamaian yang adil dan abadi di wilayah tersebut.
Pertemuan keduanya menjadi yang pertama sejak Israel memulai invasi di Jalur Gaza atau 7 Oktober. Kunjungan Haniyeh ke Turki terjadi tiga hari setelah bertemu dengan Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan di Doha, Qatar.
“Pertemuan ini membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan serangan Israel terhadap tanah Palestina, khususnya Gaza, upaya pengiriman bantuan kemanusiaan yang memadai dan tidak terputus ke Gaza, serta proses perdamaian yang adil dan abadi di wilayah tersebut,” kata pernyataan resmi kepresidenan Turki.
Israel-Iran
Kunjungan Haniyeh tersebut terjadi di tengah meningkatnya ketegangan regional menyusul laporan serangan Israel terhadap Iran minggu ini. Erdogan menekankan bahwa Israel tidak boleh membuat fokus dunia teralihkan karena konflik dengan Iran. “Penting untuk melakukan upaya yang akan kembali menarik perhatian ke Gaza,” tambah pernyataan itu.
Salah satu anggota NATO ini mengecam serangan Israel di Gaza setelah serangan Hamas pada 7 Oktober terhadap Israel dan menyerukan gencatan senjata segera. Erdogan yang menyebut Hamas sebagai gerakan pembebasan dan mengecam Barat atas dukungan tanpa syarat terhadap Israel.
Ankara juga telah memberlakukan pembatasan perdagangan terhadap Israel. Dalam pertemuan ini, Erdogan mengatakan kepada Haniyeh bahwa Turki akan terus melanjutkan upaya diplomatik untuk gencatan senjata permanen serta pembentukan negara Palestina. “Erdogan juga mengatakan kepada Haniyeh, sangat penting bagi warga Palestina untuk dapat bersatu secara politik,” kata pernyataan itu.
Hamas mengambil kendali di Gaza pada 2007, setahun setelah kemenangan pemilu, menyusul perang saudara singkat dengan pasukan keamanan Otoritas Palestina (PA), sehingga mengurangi kekuasaan PA di Tepi Barat yang diduduki Israel.