Jakarta (Lampost.co) — Genosida di Jalur Gaza telah memicu perubahan global pada sikap komunitas internasional terhadap pendudukan Israel di Palestina. Banyak negara, yang pernah bersekutu dengan Tel Aviv, kini beralih ke pendekatan yang lebih kritis, seiring dengan meningkatnya seruan untuk meminta pertanggungjawaban Israel atas tindakannya di wilayah pendudukan.
Sejak 7 Oktober, beberapa negara secara resmi mengakui negara Palestina dan memperbarui komitmen mereka terhadap solusi dua negara. Negara-negara ini juga mengambil sikap bersatu melawan pendudukan ilegal Israel atas tanah Palestina.
Analis Palestina-Amerika, Ramzy Baroud, mengatakan solidaritas global terhadap perjuangan Palestina telah meningkat secara dramatis di tengah konflik yang sedang berlangsung. “Dukungan internasional untuk Palestina dan rakyat Palestina telah meningkat secara eksponensial sejak 7 Oktober,” katanya kepada Anadolu dalam wawancara video.
Baca juga: Israel Serang Masjid dan Sekolah Gaza, 24 Orang Meregang Nyawa
Baroud menekankan bahwa gerakan solidaritas untuk Palestina tidak dimulai pada 7 Oktober. Sebaliknya, ini puncak dari kerja keras selama bertahun-tahun yang dilakukan oleh organisasi-organisasi akar rumput di seluruh dunia.
“Ada banyak pekerjaan pendidikan, banyak kerja keras yang telah dilakukan sebelumnya. Perlawanan rakyat Palestina dan ketabahan mereka di satu sisi dan tingkat kriminalitas Israel di sisi lain memungkinkan gerakan ini berkembang dalam hal jumlah untuk menjangkau khalayak baru, platform baru,” jelas Baroud.
Jurnalis Warga
Meskipun ada upaya dari media arus utama Barat, dalam pandangan Baroud, untuk memblokir narasi Palestina dan menormalisasi tindakan Israel di Gaza, gerakan solidaritas terus berkembang. Bahkan sebagian besar disebabkan oleh kekuatan media sosial.
“Orang-orang biasa, di mana pun di dunia menjadi jurnalis warga,” katanya. Ia mencatat bahwa banyak influencer yang masing-masing menjangkau generasi dan demografi berbeda dan membantu menyebarkan pesan tersebut.
Pada hari-hari awal perang, ia mencatat bahwa narasi Israel mendapat manfaat dari klaim palsu bahwa warga Palestina melakukan kekejaman yang mengerikan selama serangan Hamas pada 7 Oktober. Namun, menurut Baroud, klaim awal tersebut akhirnya terbongkar.
“Ada begitu banyak penyelidik yang baik di luar sana. Ada begitu banyak orang cerdas yang tidak mempercayai propaganda Israel,” katanya. Ia menambahkan bahwa sebaliknya media arus utama dengan penuh semangat menerima propaganda Israel.
Melangkah Maju
Dengan lebih dari 146 negara kini mengakui negara Palestina, Baroud melihat hal ini sebagai momen penting dalam respons global terhadap konflik tersebut. “Prajurit kebenaran baru muncul ke permukaan, menyampaikan kisah tanpa harus melalui filter media Barat dan sebagainya sehingga menciptakan ruang bagi negara-negara seperti Norwegia, Irlandia, Spanyol, dan lainnya untuk melangkah maju dan berkata, kami siap untuk melakukan langkah tambahan dalam solidaritas dengan rakyat Palestina,” ujarnya.
Baroud membandingkan perubahan ini dengan runtuhnya apartheid di Afrika Selatan saat konsensus internasional secara bertahap berbalik melawan rezim yang menindas. “Hal yang sama terjadi di Palestina, tidak cukup cepat bagi kami, tetapi inilah aturan mainnya,” ujarnya.
“Segala sesuatu yang Israel coba lakukan, yaitu memarginalisasi perjuangan Palestina sepenuhnya, telah gagal. Dan permasalahan Palestina kini menjadi permasalahan utama, isu sentral dalam politik internasional, dalam solidaritas dunia,” tambahnya.
Peran Resolusi PBB
Baroud juga menyoroti pentingnya resolusi Majelis Umum PBB yang menyerukan diakhirinya pendudukan Israel dalam waktu satu tahun. “Untuk pertama kali dalam sejarah, kami benar-benar punya tanggal. Dalam waktu satu tahun setelah disahkannya resolusi itu, Israel harus mengakhiri pendudukannya,” katanya.
Meskipun mengakui bahwa resolusi PBB saja tidak akan serta merta mengubah kenyataan di lapangan, ia menekankan bahwa pendudukan Israel tidak dapat lagi diabaikan oleh komunitas internasional. “Yang Israel coba lakukan ialah mengabaikan sepenuhnya bahwa ada yang namanya pendudukan asing,” katanya.
“Jadi ketika komunitas internasional kembali dan berkata, dengarkan, ini tidak sah. Israel, semua pemukimnya harus pergi, semua permukiman harus dibongkar. Segala sesuatu yang dilakukan Israel, tidak hanya di Tepi Barat tetapi juga Jerusalem Timur dan Gaza ialah ilegal menurut hukum internasional.”
Baroud menegaskan, besarnya dukungan internasional di balik resolusi ini merupakan kekalahan besar bagi Israel, baik secara politik maupun strategis.
Sementara itu, analis politik Omar Shaban juga menyuarakan sentimen serupa. Ia mengakui pentingnya perkembangan hukum internasional dan mengungkapkan rasa frustrasinya atas kurangnya tindakan nyata.
“Lembaga-lembaga ini diciptakan untuk mencegah genosida, tetapi mereka belum bisa menghentikannya,” kata Shaban. Dia menambahkan bahwa meskipun keputusan-keputusan tersebut penting tetapi kekecewaan hadir karena kurangnya tindakan.
Surat Perintah Penangkapan
Membahas kemungkinan surat perintah penangkapan terhadap para pemimpin Israel, Baroud mengatakan bahwa jika Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengambil tindakan seperti itu, hal ini akan menjadi perubahan besar. “Jika Pengadilan Kriminal Internasional memutuskan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu, Yoav Gallant dan lainnya, ini akan menjadi perubahan besar,” jelas Baroud.
Langkah seperti itu, menurutnya, akan menjadi langkah pertama yang praktis dan mengikat serta akan memperkuat gagasan bahwa Israel menjadi negara paria karena berulang kali melakukan pelanggaran terhadap hukum internasional.
Shaban, pendiri Palthink for Strategic Studies, menyatakan harapannya bahwa meningkatnya dukungan internasional terhadap Palestina akan menghasilkan hasil yang nyata. Ia juga mendesak faksi-faksi Palestina untuk bersatu menghadapi agresi Israel.
“Perpecahan harus diatasi oleh Hamas Palestina dan Otoritas Palestina dan Fatah serta semua faksi politik harus menyadari urgensi dan kebutuhan untuk bersatu,” kata Shaban. Dia juga menggarisbawahi perlu peta jalan Palestina untuk memperkuat posisi mereka.
Bagi komunitas internasional, pesan Shaban jelas bahwa pihaknya ingin menghentikan perang. “Kami membutuhkan orang-orang yang meninggalkan Gaza karena perang untuk kembali. Kami membutuhkan komunitas internasional untuk campur tangan dan menekan Israel agar menghentikan agresinya dan menarik diri,” tegasnya.
Dia menyimpulkan Israel ialah kekuatan pendudukan. Sementara rakyat Palestina hidup di bawah pendudukan dan pendudukan bertentangan dengan hukum internasional. “Pada prinsipnya, dunia tahu yang dibutuhkan. Yang dibutuhkan dunia ialah mengambil keputusan untuk memiliki kemauan melakukan yang mereka tahu harus mereka lakukan,” kata dia.