Tel Aviv (Lampost.co)—Kelompok militan Lebanon, Hizbullah, menembakkan ratusan roket ke arah Israel Utara pada Rabu (12/6/2024) kemarin. Serangan roket terjadi beberapa jam setelah Israel melakukan serangan udara yang menewaskan komandan senior kelompok tersebut.
Militer Israel mengatakan berhasil mencegat beberapa dari 215 proyektil, sedangkan yang lain memicu kebakaran hutan. Belum ada laporan mengenai korban jiwa.
Hizbullah mengakui pihaknya menembakkan rudal dan roket ke dua pangkalan militer dan berjanji meningkatkan serangan sebagai tanggapan atas pembunuhan Taleb Sami Abdullah oleh Israel.
Hizbullah, sekutu kelompok Palestina, Hamas, dengan dukungan Iran, baru-baru ini melakukan serangan lebih jauh ke wilayah Israel. Mereka memperkenalkan persenjataan baru dan lebih canggih.
Pesawat-pesawat tempur Israel telah melakukan pengeboman jauh di dalam Lebanon. Hizbullah mengatakan mereka hanya akan menghentikan serangan jika ada gencatan senjata di Gaza.
Tekanan terhadap perbatasan utara Israel terjadi ketika Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, mengatakan para mediator berusaha mencapai kesepakatan untuk gencatan senjata yang sulit tercapai dan pembebasan sandera di Gaza. Hamas meminta perubahan proposal dukungan AS–beberapa di antaranya menurut Blinken “bisa diterapkan” dan beberapa tidak.
Hamas mengatakan “amendemen”-nya bertujuan menjamin gencatan senjata permanen dan menyelesaikan penarikan pasukan Israel dari Gaza.
Proposal gencatan senjata yang Presiden AS Joe Biden umumkan mencakup ketentuan-ketentuan tersebut. Namun, Hamas telah menyatakan kekhawatiran mengenai apakah Israel akan menerapkan ketentuan-ketentuan tersebut.
Belum Menerima
Proposal gencatan senjata mendapat dukungan global, tetapi baik Israel ataupun Hamas belum sepenuhnya menerima. Blinken tidak menjelaskan perubahan apa yang Hamas inginkan, tetapi mengatakan para mediator–Qatar, Mesir dan AS–akan terus berusaha “mencapai kesepakatan ini”.
Dia menyalahkan Hamas dan menuduhnya mengubah tuntutannya.
“Hamas telah mengusulkan banyak perubahan terhadap proposal yang ada. Beberapa perubahan bisa diterapkan. Ada pula yang tidak,” kata Blinken kepada wartawan di Qatar, mengutip The Age, Kamis (13/6/2024).
“Saya percaya perbedaan-perbedaan tersebut dapat dijembatani, namun bukan berarti keduanya dapat dijembatani karena pada akhirnya Hamas yang harus mengambil keputusan,” sambung Blinken.
Kelompok militan Palestina mengatakan “amendemen” tersebut bertujuan menjamin gencatan senjata permanen dan menyelesaikan penarikan pasukan Israel dari Gaza.
Meskipun AS mengatakan Israel telah menerima usulan tersebut, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah memberikan pernyataan yang bertentangan. Dia mengatakan Israel masih berniat menghancurkan Hamas.
Rencana tiga fase dari proposal tersebut akan mulai dengan gencatan senjata selama enam pekan dan pembebasan beberapa sandera dengan imbalan tahanan Palestina. Pasukan Israel akan mundur dari daerah berpenduduk dan mengizinkan warga sipil Palestina kembali ke rumah mereka. Distribusi bantuan juga akan meningkat.
Pada saat yang sama, perundingan akan dimulai pada tahap kedua, yaitu mengakhiri permusuhan secara permanen dan menarik pasukan Israel dari Gaza dengan imbalan pembebasan semua sandera yang tersisa.
Hambatan besar bagi kedua belah pihak tampaknya adalah negosiasi tahap kedua. Fase ketiga adalah peluncuran rencana rekonstruksi Gaza dan pengembalian sisa-sisa sandera yang meninggal.
Perang Israel melawan Hamas di Gaza telah menewaskan lebih dari 37.100 orang, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.