Gaza (Lampost.co)—Perang Israel yang tak henti-hentinya di Gaza telah menewaskan lebih dari 40.000 warga Palestina. Sebanyak 16.456 di antaranya anak-anak dan lebih dari 11.000 perempuan.
Kementerian Kesehatan Gaza mengumumkan tonggak sejarah yang suram itu. Melansir Al Jazeera, Jumat (16/8/2024), angka tersebut kemungkinan besar kurang dari jumlah sebenarnya karena masih ada 10 ribu warga Palestina yang hilang.
“Dapatkah Anda bayangkan apa artinya 40.000? Itu adalah angka bencana yang tidak dapat dunia bayangkan,” Aseel Matar, seorang wanita Palestina di Gaza.
“Meskipun demikian, dunia melihat, menyadari, mendengar, dan mengawasi kami setiap hari, setiap menit, tetapi tetap diam, dan kami tidak berdaya. Kami kelelahan, kami tidak punya energi lagi,” sambung dia.
Tak lama setelah pengumuman kementerian tentang jumlah korban tewas, putaran baru perundingan gencatan senjata yang bertujuan menghentikan perang berlangsung di ibu kota Qatar, Doha, pada Kamis (15/8/2024) sore. Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat menjadi penengah dalam perundingan berisiko tinggi tersebut, yang dihadiri oleh pejabat tinggi Israel.
PBB mengatakan pengeboman Israel telah merusak atau menghancurkan dua pertiga bangunan di seluruh Jalur Gaza.
“Hari ini menandai tonggak sejarah yang suram bagi dunia,” kata Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Volker Turk.
“Situasi yang tak terbayangkan ini sebagian besar disebabkan kegagalan berkali-kali (militer Israel) untuk mematuhi aturan perang,” ucapnya.
90% Warga Mengungsi
Serangan gencar Israel di Gaza, yang menjadi subjek tuduhan genosida di hadapan Mahkamah Internasional (ICJ), telah menyebabkan lebih dari 90 persen penduduk Jalur Gaza mengungsi dan menciptakan bencana kemanusiaan, yang diperburuk oleh penolakan Israel yang meluas atas bantuan kemanusiaan penting ke Gaza.
Meskipun ICJ memerintahkan Israel untuk mengizinkan bantuan bagi Gaza, Juli menandai tingkat bantuan terendah yang masuk ke Jalur Gaza sejak Oktober 2023. Ketika perang pecah menyusul serangan Hamas ke Israel Selatan yang menewaskan lebih dari 1.100 orang, banyak dari mereka adalah warga sipil Israel.
Di tengah kondisi yang memburuk, kelaparan dan penyakit mematikan seperti polio telah menyebar di Gaza.
“Kita membutuhkan gencatan senjata, bahkan gencatan senjata sementara untuk berhasil melaksanakan serangan ini. Jika tidak, kita berisiko menyebarkan virus lebih jauh, termasuk lintas batas,” kata Hanan Balkhy, direktur regional Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Jumlah korban tewas menurut Kementerian Kesehatan bersifat konservatif, dengan sebuah studi yang terbit dalam jurnal medis The Lancet pada Juli menyatakan angka tersebut dapat mencapai setinggi 186.000 orang, suatu angka yang akan mewakili sekitar 8 persen dari seluruh populasi Gaza.
Pasukan Israel telah menargetkan sekolah, pekerja kemanusiaan, fasilitas medis, dan tempat penampungan PBB selama perang. Termasuk beberapa yang menampung banyak orang telantar. Israel menyatakan fasilitas tersebut Hamas gunakan untuk tujuan militer, tetapi klaim tersebut sering tidak memiliki bukti.
Dalam 10 hari pertama bulan ini saja, Israel menyerang sedikitnya lima sekolah di seluruh Gaza, menewaskan lebih dari 150 orang.