Jakarta (Lampost.co) — Otoritas Israel menahan Sheikh Ekrima Sabri, Imam Masjid Al-Aqsa, atas tuduhan telah memimpin salat jenazah untuk Ismail Haniyeh, seorang pemimpin Hamas yang tewas dalam operasi rahasia oleh pasukan Israel di Teheran, Iran, Jumat, 2 Agustus 2024.
Menurut Anadolu Agency, Israel membebaskan Sabri beberapa jam kemudian tetapi menerima perintah deportasi dari masjid tersebut hingga 8 Agustus. Dengan kemungkinan perpanjangan selama enam bulan, sebagaimana pengacaranya, Khaled Zabarka sampaikan.
Ismail Haniyeh meninggal pada hari Rabu, 31 Juli, di Teheran. Hamas dan Iran menuduh Israel atas pembunuhan tersebut. Tetapi Tel Aviv tidak membenarkan atau membantah tuduhan tersebut. Seorang kerabat Sabri melaporkan bahwa polisi Israel telah menggerebek rumahnya di Yerusalem Timur dan menangkapnya. Setelah salat Jumat di Masjid Al-Aqsa, Sabri memimpin salat jenazah Haniyeh secara in absentia, menyampaikan belasungkawa dari pihak keluarga.
Baca juga: Turki-Pakistan Umumkan Hari Berkabung Hormati Haniyeh
Imam berusia 85 tahun itu, yang vokal mengkritik pendudukan Israel yang berkepanjangan di wilayah Palestina, sebelumnya pernah menghadapi penahanan oleh pasukan Israel dan dilarang memasuki Masjid Al-Aqsa untuk waktu yang lama. Ia menjabat sebagai Mufti Besar Yerusalem dan Palestina sejak 1994.
Pembantaian
Dalam insiden terpisah, serangan udara Israel terhadap sekolah kamp pengungsi di Kota Gaza mengakibatkan lebih dari sepuluh orang tewas. Mahmoud Basal, perwakilan Pertahanan Sipil Palestina di Gaza, menggambarkan insiden itu sebagai pembantaian. Upaya penyelamatan sedang berlangsung untuk menemukan orang-orang yang terjebak di bawah reruntuhan.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengklaim serangan udara itu menargetkan lokasi yang Hamas gunakan untuk merencanakan serangan terhadap Israel, berdasarkan intelijen dari IDF dan ISA. Mereka menegaskan bahwa kompleks Sekolah Dalal di daerah Shejaiya di Kota Gaza Hamas gunakan sebagai tempat persembunyian dan pangkalan operasional oleh Hamas.
IDF menyatakan bahwa tindakan pencegahan telah diambil untuk meminimalkan jatuhnya korban sipil. Insiden ini menyusul serangan roket yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel dari Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023. Di mana pejuang Hamas menyusup ke wilayah perbatasan, menargetkan lokasi militer dan sipil, serta menyandera lebih dari 200 orang. Sekitar 1.200 orang tewas dalam serangan tersebut.
Sebagai tanggapan, Israel meluncurkan Operasi Pedang Besi, yang menargetkan wilayah sipil di Gaza, memberlakukan blokade total, dan memutus pasokan penting seperti air, listrik, bahan bakar, makanan, dan pasokan medis.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, sejak 7 Oktober, serangan Israel telah mengakibatkan kematian lebih dari 39.400 orang, dan lebih dari 91.100 lainnya terluka.