Jakarta (Lampost.co) – Sebanyak 6 staf Badan PBB yang mengurusi pengungsi Palestina (UNRWA) tewas dalam serangan udara di sekolah Al Jaouni, Jalur Gaza. Pasukan Israel IDF menuduh sekolah staf UNRWA yang terbunuh merupakan anggota organisasi sayap Hamas.
Militer Israel, pada Kamis (12/9) waktu setempat, menyebut serangan dilakukan terhadap sekolah karena dituding menjadi markas Hamas. Menurut laporan Times of Israel, IDF menyebutkan ada sembilan anggota Hamas yang tewas.
Menurut klaim IDF, dari sembilan anggota Hamas tersebut ada tiga staf UNRWA yang menjadi korban. Staf yang tewas tersebut dituduh merupakan anggota Hamas.
Baca juga: 6 Tawanan Tewas di Gaza, Hamas Sebut Ulah Tentara Israel
IDF menuding Hamas menggunakan sekolah untuk merencanakan dan melakukan serangan terhadap pasukan dan Israel. IDF mengeklaim meminta nama-nama karyawan UNRWA tetapi tidak menerima dari badan PBB tersebut.
“Setelah menerima tuduhan bahwa pekerja Palestina setempat dari badan UNRWA tewas dalam serangan itu, IDF menghubungi badan tersebut untuk meminta rincian dan nama-nama guna memeriksa tuduhan tersebut secara mendalam tetapi belum dijawab meskipun telah diminta berulang kali,” demikian pernyataan militer Israel.
Daftar Staf
Direktur komunikasi UNRWA, Juliette Touma, mengatakan otoritas Israel tidak meminta daftar staf yang tewas dari badan tersebut. “Nama-nama yang muncul pada pernyataan hari ini dari Angkatan Darat Israel belum pernah dilaporkan kepada kami oleh otoritas Israel pada kesempatan sebelum hari ini,” katanya dilansir BBC.
“UNRWA membagikan daftar semua stafnya dengan pemerintah tuan rumah dan dalam konteks Tepi Barat dan Gaza juga dengan negara Israel sebagai kekuatan pendudukan,” imbuhnya.
Aksi serangan ke sekolah dan tempat perlindungan pengungsi diketahui merupakan kejahatan perang. UNRWA berulang kali diserang oleh Israel.
Ini menjadi peristiwa serangan dengan korban terbanyak yang pernah dialami Badan PBB tersebut. Itu juga merupakan kelima kali sekolah tersebut diserang.
“Yang terjadi di Gaza sama sekali tidak dapat diterima. Pelanggaran dramatis terhadap hukum humaniter internasional ini harus dihentikan sekarang,” kata Sekretaris Jenderal PBB António Guterres.