Jakarta (Lampost.co) — Sebagai ahli bedah ortopedi yang terkenal di Gaza, Palestina, Dr Adnan Al-Bursh menghabiskan sebagian besar karirnya untuk menangani anggota tubuh yang patah. Itu telah terjadi jauh sebelum dimulainya serangan Israel ke Gaza, Oktober 2023.
Sebuah foto Adnan yang berada di ruang operasi dengan berlumuran darah, viral pada 2018. Pekerjaan Adnan kian bertambah setelah perang meletus.
Luka-luka yang diderita warga Gaza, dalam derajat yang makin mengerikan. Adnan pun bukan hanya bekerja di ruang operasi.
Baca juga: Siap Gencatan Senjata di Gaza, Hamas: Akhiri Penderitaan Rakyat Palestina
Foto-foto yang tersimpan di ponselnya menunjukkan dia berdiri di dalam lubang, mengayunkan sekop bermata tumpul saat Rumah Sakit Al Shifa mengalami krisis. Rumah sakit kehabisan bahan bakar, makanan, dan obat pereda nyeri, serta tidak ada lagi tempat untuk menyimpan mayat. Dengan mengenakan pakaian rumah sakit, Adnan dan rekan-rekannya menggali kuburan massal saat suara ledakan terdengar di balik dinding rumah sakit.
Segera setelah pecahnya konflik, dokter bedah ini, bersama dengan istrinya, Yasmin, menyadari bahwa dunia mereka telah berubah selamanya. “Adnan dibutuhkan setiap kali ada perang,” kata Yasmin melansir Sky News, Sabtu (16/11). “Jadi, saya mengatakan kepadanya, ‘bersiap-siaplah, akan ada banyak operasi, mereka akan membutuhkan bantuanmu’. Dia pergi ke rumah sakit untuk menerima orang-orang yang terluka dan tinggal selama 24 jam. Dia tidak berhenti.”
Dibiarkan Kesakitan Sampai Meninggal
Adnan tewas di penjara Israel pada bulan Mei lalu. Kamis (15/11) sebuah laporan muncul tentang kondisi terakhir sang dokter yang begitu menyedihkan.
Adnan yang ditahan di penjara Ofer di wilayah Tepi Barat, tewas setelah disiksa dengan keji. Ia tidak mengenakan pakaian dari pinggang ke bawah dan dibiarkan kesakitan sampai meninggal di halaman penjara.
Yasmin mengenang Adnan sebagai sosok yang penuh dedikasi. Setelah menghabiskan hampir seharian di ruang operasi, Adnan tidur di ruang staf pada malam hari. Ia juga membuat semacam buku harian dengan ponselnya, mendokumentasikan adegan-adegan yang semakin menyedihkan yang terjadi di sekelilingnya. “Meskipun menderita, kami tetap tabah,” kata Adnan dalam rekaman itu.
Israel mengatakan bahwa fondasi Al-Shifa dipenuhi terowongan tempat Hamas mengoperasikan ‘pusat komando dan kontrol’, sesuatu yang dibantah oleh Hamas.
Ketika pasukan Israel bergerak maju menuju fasilitas tersebut, Adnan merekam suasana di dalamnya. Video lain yang ditemukan di telepon genggamnya menunjukkan seorang kolega di ruang staf yang mengenang kembali percakapan yang menyakitkan dengan istrinya. “Saya ingat dia hanya meminta satu hal kepada saya, menurut anda apa itu? Permintaan itu adalah ‘biarkan aku melihatmu tersenyum’,” katanya. “Tersenyum. Itu adalah hal pertama yang ingin saya lakukan setelah perang ini, jika Tuhan menyelamatkan kita.”
Pada pertengahan November, pasukan Israel mengepung Al-Shifa. Seminggu kemudian, zionis memerintahkan para pasien, staf, dan sekitar 50.000 warga yang terlantar yang berlindung di kompleks tersebut untuk mengungsi. Adnan menangkap pemandangan barisan panjang orang-orang yang berjalan menuju Gaza selatan.
RS Indonesia
Namun, dokter bedah itu tidak mengikuti mereka. Ia justru pergi ke arah timur laut menuju fasilitas lain, Rumah Sakit Indonesia, yang masih beroperasi di Gaza utara. Apa yang ia temukan saat tiba di sana membuatnya terkejut.
“Saya terkejut dengan besarnya bencana di sini,” katanya. “Ada orang-orang terluka yang telah menunggu operasi selama lebih dari sepuluh hari. Luka-luka (mereka) sangat terinfeksi.”
Pada tanggal 20 November 2023, Rumah Sakit Indonesia di kepung oleh tank-tank Israel dan pada malam harinya, proyektil-proyektil di tembakkan ke lantai dua. Setidaknya 12 orang tewas. Adnan selamat dengan luka ringan, namun pintu masuk depan fasilitas tersebut hancur berantakan. “Kehancuran terjadi di mana-mana,” katanya. Juru bicara IDF membantah bahwa pasukan Israel bertanggung jawab.
Pada awal Desember 2023, Adnan pindah ke sebuah rumah sakit kecil, juga di utara, yang di sebut Al-Awda. Serangkaian foto yang di posting di halaman media sosial rumah sakit, menunjukkan dia sedang memeriksa pasien dengan kelelahan yang terukir di wajahnya. Ini adalah foto-foto terakhir yang di ketahui di ambil dari dokter bedah tersebut.
Militer Israel mengepung rumah sakit pada tanggal 5 Desember, dan para staf khawatir dengan apa yang akan para tentara lakukan. Adnan bekerja di Al-Awda bersama seorang teman dan koleganya, Dr Mohammad Obeid. Akhirnya, direktur rumah sakit mengatakan kepada mereka bahwa mereka harus meninggalkan gedung.
“(Direktur) mengatakan kepada kami bahwa (tentara Israel) memiliki data lengkap semua pria berusia antara 14 dan 65 tahun di rumah sakit Awda,” kata Obeid. “Mereka mengatakan kepadanya bahwa jika semua laki-laki tidak turun mereka akan menghancurkan Rumah Sakit Awda dengan semua perempuan dan anak-anak di dalamnya.”