New York (Lampost.co)—Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengecam kebijakan Israel di Tepi Barat yang mereka duduki. Guterres menyatakan tindakan tersebut menghancurkan prospek solusi dua negara dengan Palestina. Dia menyampaikan pernyataan ini dalam sebuah pertemuan Dewan Keamanan PBB (DK PBB) pada Rabu (17/7/2024).
Melansir Al Jazeera, Guterres menyoroti melalui langkah-langkah administratif dan hukum, Israel mengubah geografi Tepi Barat dengan mempercepat perluasan permukiman dan perampasan tanah di daerah-daerah strategis.
“Perkembangan terakhir ini mendorong pertaruhan di jantung prospek solusi dua negara,” ujar Guterres melalui kepala stafnya, Courtenay Rattray.
Sejak serangan Israel ke Gaza pada Oktober 2023 lalu, kekerasan militer, penangkapan warga Palestina, dan kekerasan pemukim meningkat di Tepi Barat dan Jerusalem Timur. Israel juga mengambil langkah-langkah hukuman terhadap Otoritas Palestina dan mengesahkan lima pos permukiman di Tepi Barat, yang telah dibangun sejak 1967.
Guterres menyerukan penghentian segera semua aktivitas permukiman dan gencatan senjata dalam perang Gaza, serta pembebasan semua sandera. Konflik ini telah menyebabkan setidaknya 38.794 orang tewas dan 89.364 terluka di Gaza. Sedangkan korban tewas di Israel mencapai 1.139 orang sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu.
Dalam sidang triwulanan DK PBB, Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, mengatakan, “Apa yang terjadi di Gaza akan tercatat sebagai genosida yang paling banyak terdokumentasikan dalam sejarah.”
Sementara itu, Duta Besar Israel untuk PBB, Gilad Erdan, menuduh Hamas melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Sidang sempat terganggu dua wanita berpakaian hitam yang memprotes penahanan sandera Israel oleh kelompok Palestina di Gaza. Lalu petugas keamanan PBB membawa mereka keluar ruangan. Protes di dalam markas besar PBB di New York City jarang terjadi. Demonstrasi tersebut terjadi ketika Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov mulai berpidato di hadapan 15 anggota dewan. (Shofiy Nabilah)