Gaza (Lampost.co)—CNN melaporkan Israel menggunakan bom GBU-39 buatan Amerika Serikat (AS) dalam serangan ke sekolah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Gaza Tengah. Sebanyak 45 orang tewas dalam serangan itu.
“Israel menggunakan amunisi Amerika dalam serangan udara terhadap sebuah sekolah. Sekolah itu berfungsi ganda sebagai tempat penampungan bagi warga Palestina yang mengungsi di Gaza Tengah,” menurut analisis CNN, Kamis (6/6/2024), seperti kutipan Middle East Eyes, Jumat (7/6/2024).
Saluran berita tersebut telah mengidentifikasi pecahan “sedikitnya dua bom berdiameter kecil GBU-39 buatan AS” di tempat kejadian. Identifikasi menggunakan video dari reruntuhan tersebut.
Serangan udara Israel pada Kamis (6/6/2024) menewaskan 40 orang yang berlindung di sekolah UNRWA di kamp pengungsi Nuseirat. Korban tewas termasuk sembilan wanita dan 14 anak-anak, dan 74 lain terluka, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.
Tentara Israel mengeklaim sekolah tersebut berisi kompleks Hamas. Serangannya menewaskan para pejuang yang terlibat serangan 7 Oktober 2023 di Israel Selatan.
Orang-orang yang berlindung di sekolah tersebut menolak klaim tersebut. Mereka mengatakan kepada Middle East Eye bahwa tidak ada orang bersenjata di sekolah tersebut.
Ini adalah laporan kedua pekan lalu tentang penggunaan senjata AS oleh Israel untuk membunuh warga sipil Palestina di Gaza.
Bom GBU 39 Buatan AS
Laporan CNN pekan lalu menemukan jenis bom yang sama, GBU 39 buatan AS. Israel menggunakannya dalam serangan ke kamp pengungsi di Rafah, kota paling selatan di Gaza.
Serangan itu, yang menewaskan sedikitnya 45 orang dan melukai lebih dari 200 orang, menggemparkan dunia. Bahkan memicu kemarahan yang meluas setelah video-video akibat serangan itu muncul. Salah satu adegan tersebut menunjukkan tubuh-tubuh hangus dan seorang anak tanpa kepala tewas dalam serangan itu.
GBU-39 adalah bom berpresisi tinggi yang “dirancang untuk menyerang target-target penting yang strategis”.
Selama beberapa bulan terakhir, kelompok hak asasi Amnesty International mendokumentasikan beberapa kasus. Kasus itu soal pasukan Israel menggunakan senjata pasokan AS untuk membunuh warga sipil Palestina yang melanggar hukum humaniter internasional.
Pemerintahan Biden menugaskan dirinya sendiri awal tahun ini untuk menentukan apakah pasokan senjata ke Israel digunakan militer negara itu dengan melanggar hukum internasional.
Setelah merilis laporan akhir tentang masalah tersebut bulan lalu, pemerintah mengatakan ada alasan yang masuk akal untuk percaya bahwa Israel menggunakan senjata pasokan AS dengan melanggar hukum internasional. Namun, pada akhirnya mengatakan tidak dapat membuat penentuan konkret, sebuah kesimpulan yang banyak mendapat kritik para ahli hukum dan kelompok hak asasi manusia.
Sempat Hentikan Pasokan
Bulan lalu, Presiden AS Joe Biden menghentikan satu kali pengiriman 1.800 bom seberat 907 kg dan 1.700 bom seberat 227 kg ke Israel, dengan pejabat AS mengutip penentangannya terhadap invasi Israel ke Rafah.
Sejak itu Israel telah memimpin serangan militer di Rafah, dan pada 15 Mei 2024, Biden mengumumkan AS akan mengirim lebih dari 1 miliar dolar AS dalam bentuk senjata dan amunisi tambahan ke Israel.
Pemerintah telah berkali-kali mengatakan mereka menentang kematian warga sipil Palestina. Namun, mereka belum mengambil tindakan signifikan sebagai tanggapan atas tindakan Israel dalam perang di Gaza.
Dalam beberapa percakapan dengan wartawan pekan ini, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matt Miller, mengatakan Hamas harus mengakhiri penderitaan dan kematian warga Palestina yang tidak bersalah dalam perang di Gaza dengan menerima gencatan senjata. Pernyataan tersebut mendapat kritik sebagai bentuk hukuman kolektif terhadap kelompok Palestina.