Jakarta (Lampost.co)—Hamas menunjuk Yahya Sinwar menggantikan Ismail Haniyeh sebagai kepala biro politik kelompok tersebut. Sinwar menjadi orang yang paling Israel buru dalam kasus penyerangan 7 Oktober 2023 di festival musik mereka.
“Gerakan Perlawanan Islam Hamas mengumumkan terpilihnya Komandan Yahya Sinwar sebagai kepala biro politik, menggantikan Komandan Ismail Haniyeh yang telah wafat menjadi martir, semoga (Tuhan) mengasihaninya,” kata Hamas dalam pernyataannya, kutip Al Jazeera.
Kemunculan Sinwar sebagai pengganti Haniyeh membangkitkan “mimpi buruk” Israel. Sinwar kerap mendapat sebutan demikian oleh media Barat.
Ada yang menyebutkan Sinwar sebagai tokoh di Hamas yang paling mengetahui pola pikir Zionis. Israel menuduh Sinwar memiliki kemampuan memanipulasi mereka.
Sinwar juga mendapat julukan “Sang Elang” dalam gerakan militan Hamas. Ia mampu memengaruhi jalannya negosiasi terkait pertukaran sandera dengan Israel.
“Yahya Sinwar adalah komandannya dan dia akan habis,” kata juru bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Laksamana Muda Daniel Hagari pada awal Oktober.
“Serangan keji ini keputusan Yahya Sinwar. Oleh karena itu, dia dan semua anggotanya akan habis,” lanjut Kepala Staf IDF, Herzi Halexi.
Sosok Yahya Sinwar
Yahya Sinwar yang terkenal dengan sapaan Abu Ibrahim, lahir di kamp pengungsi Khan Younis di ujung selatan Jalur Gaza. Orang tuanya berasal dari Ashkelon, namun dia menjadi pengungsi pascaperistiwa Nakba (bencana), yang merujuk pada tersingkirnya warga Palestina dari tanah leluhur mereka dalam perang usai negara Israel terbentuk pada 1948.
Dia menempuh pendidikan di sekolah menengah untuk laki-laki di Khan Younis. Lalu menjadi sarjana bahasa Arab dari Universitas Islam Gaza.
Israel pertama kali menangkap Sinwar karena “aktivitas Islami” pada tahun 1982 ketika dia masih berusia 19 tahun.
Israel kemudian menangkapnya lagi pada tahun 1985. Pada saat itulah dia mendapat kepercayaan pendiri Hamas, Sheikh Ahmed Yassin.
Dua tahun setelah Hamas berdiri pada 1987, Sinwar mendirikan organisasi keamanan internal bernama Al-Majd. Saat itu, dia baru berusia 25 tahun. Al-Majd terkenal karena menghukum orang-orang yang mendapat tuduhan melanggar moral.
Pada 1988, ada dugaan Sinwar merencanakan penculikan dan pembunuhan dua tentara Israel. Israel menangkapnya pada tahun yang sama, menghukumnya atas pembunuhan 12 warga Palestina, lalu menjatuhi empat hukuman seumur hidup.
Sinwar telah menghabiskan sebagian besar masa dewasanya di penjara-penjara Israel. Dia dipenjara selama lebih dari 23 tahun dari 1988 hingga 2011.
Ia dibebaskan pada 2011 sebagai bagian dari kesepakatan yang membebaskan 1.027 tahanan Palestina dan Arab Israel dari penjara dengan imbalan satu sandera Israel, yakni tentara IDF Gilad Shalit.
Begitu bebas, ia langsung diterima sebagai salah satu pemimpin kelompok Hamas.
Segera setelah keluar dari penjara, Sinwar juga beraliansi dengan Brigade Izzedine al-Qassam dan kepala staf Marwan Issa.
Pada 2013, dia terpilih menjadi anggota Biro Politik Hamas di Jalur Gaza, kemudian menjadi ketuanya pada 2017.
Adik laki-laki Sinwar, Mohammed, juga berperan aktif di Hamas. Dia mengaku selamat dari beberapa upaya pembunuhan Israel sebelum dinyatakan meninggal oleh Hamas pada 2014.