Jakarta (lampost.co)–Kanker serviks masih menjadi ancaman serius bagi kesehatan perempuan Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, kanker serviks menempati posisi kedua sebagai jenis kanker terbanyak yang menyerang perempuan, dengan 36.633 kasus baru tercatat pada 2021. Kondisi ini menyebabkan 21.003 kematian, atau 19,1% dari total kematian akibat kanker secara nasional.
Secara umum, Kementerian Kesehatan mengungkapkan bahwa kanker menjadi penyebab kematian tertinggi baik di tingkat nasional maupun global. Menurut WHO Regional Asia Tenggara, Indonesia berada di posisi ketiga untuk angka kasus baru dan keempat untuk tingkat kematian akibat kanker serviks di kawasan tersebut.
Sementara itu, laporan International Agency for Research on Cancer (IARC) memperkirakan ada 408.661 kasus baru kanker dan 242.988 kematian di Indonesia pada tahun 2022. IARC juga memproyeksikan peningkatan 77% kasus kanker, termasuk kanker serviks, hingga tahun 2050 mendatang.
Perusahaan teknologi medis global Becton, Dickinson and Company (BD) menginisiasi program deteksi dini kanker serviks. BD berupaya meningkatkan kesadaran deteksi kanker lebih dini di Indonesia.
Bersama Rumah Sakit Kanker Dharmais, BD memperkenalkan metode pengambilan sampel HPV-DNA mandiri untuk deteksi kanker serviks. Teknologi ini bertujuan memperluas akses perempuan terhadap skrining dini yang berpotensi mencegah kanker.
Deteksi Dini
Direktur Utama Rumah Sakit Kanker Dharmais, dr. Raden Soeko Werdi Nindito Daroekoesoemo, MARS, menegaskan bahwa deteksi dini sangat krusial dalam mencegah kanker serviks. Menurutnya, banyak perempuan belum memahami risiko infeksi HPV. Sehingga penting untuk memperkenalkan metode skrining mandiri agar penanganan bisa lebih cepat dan efektif.
Sebanyak 95 persen kasus kanker serviks berkaitan erat dengan infeksi HPV. Namun, tingkat skrining di Indonesia masih rendah akibat faktor ketidaknyamanan, minimnya kesadaran. Dan keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan.
Sebagai jawaban atas tantangan tersebut, BD menghadirkan teknologi pengambilan sampel HPV secara mandiri yang memungkinkan perempuan melakukan pemeriksaan kanker serviks dengan lebih nyaman. Metode ini telah diterapkan di negara-negara seperti Belanda, Denmark, dan Swedia, yang berhasil meningkatkan capaian skrining sesuai target WHO.