Bandar Lampung (Lampost.co) — Mitos seputar tindakan cabut gigi, khususnya gigi bagian atas, disebut-sebut bisa menyebabkan kebutaan. Klaim itu kerap membuat masyarakat cemas hingga menunda pengobatan gigi. Padahal, secara medis, kabar tersebut tidak terbukti.
Faktanya, saraf yang terhubung ke gigi dan saraf penglihatan merupakan dua sistem yang berbeda. “Saraf mata dan saraf gigi tidak saling berkaitan secara langsung,” ungkap drg. Arni Maharani di Alodokter. Maka, cabut gigi tidak menyebabkan kebutaan.
Meski demikian, dokter gigi tetap melakukan pemeriksaan menyeluruh sebelum menyarankan cabut gigi. Prosedur ini biasanya untuk menghindari infeksi dan komplikasi lebih lanjut pada gigi yang rusak atau berlubang parah.
Salah satu risiko setelah cabut gigi adalah gangguan penyembuhan, seperti dry socket atau osteitis alveolar. Kondisi ini terjadi ketika bekuan darah yang terbentuk di area bekas gigi tercabut gagal menempel dengan baik, memicu nyeri hebat.
“Pasien harus memberitahukan riwayat penyakit sebelum prosedur,” kata drg. Arni. Beberapa kondisi yang perlu perhatian antara lain diabetes, hipertensi, gangguan jantung, gangguan tiroid, penyakit liver, hingga sistem imun lemah seperti HIV.
Ibu hamil juga sebaiknya menginformasikan kondisinya kepada dokter gigi. Hal yang sama berlaku jika pasien sedang mengonsumsi obat pengencer darah, seperti aspirin, karena dapat memengaruhi proses penyembuhan setelah cabut gigi.
Rasa nyeri setelah cabut gigi merupakan hal wajar dan umumnya berlangsung singkat. Penyembuhan biasanya memakan waktu 1–2 minggu, tergantung kondisi tubuh dan perawatan setelah tindakan.
Pemulihan
Agar pemulihan berjalan optimal, dokter menyarankan beberapa langkah pencegahan komplikasi, seperti tidak berkumur terlalu kuat, tidak merokok. Dan menghindari penggunaan sedotan selama 24 jam pertama.
Jangan menunda cabut gigi jika memang dianjurkan dokter. Menunda hanya akan memperburuk kondisi dan meningkatkan risiko infeksi serius.