Bandar Lampung (Lampost.co)— Infeksi bakteri super yang resistan terhadap obat diperkirakan akan menyebabkan hampir 40 juta kematian dalam 25 tahun ke depan.
Bakteri super, yang kebal terhadap antibiotik, telah menjadi ancaman serius bagi kesehatan global. Sebuah studi global yang terpublikasi pada 16 September 2024, meneliti dampak bakteri super dari waktu ke waktu dan memperkirakan proyeksi ke depan.
Studi yang terpublikasikan di jurnal The Lancet oleh Global Research on Antimicrobial Resistance (GRAM) menyebutkan bahwa lebih dari satu juta orang meninggal setiap tahun antara 1990 dan 2021 akibat resistensi antimikroba (AMR).
Meskipun angka kematian anak di bawah usia lima tahun akibat AMR menurun lebih dari 50% dalam tiga dekade terakhir karena upaya pengendalian infeksi.
Infeksi yang terjadi saat ini menjadi lebih sulit terobati. Sebaliknya, kematian di kalangan lansia di atas 70 tahun meningkat lebih dari 80% selama periode yang sama. Karena kelompok ini semakin rentan terhadap infeksi.
Studi ini juga menemukan bahwa kematian akibat MRSA, bakteri staph yang resistan terhadap antibiotik, meningkat dua kali lipat menjadi 130.000 pada 2021 dari pada tiga dekade sebelumnya.
Para peneliti mengamati 22 patogen, 84 kombinasi patogen dan obat, serta 11 sindrom infeksi. Seperti meningitis, berdasarkan data dari 520 juta catatan individu di 204 negara.
Kematian akibat AMR
Dengan menggunakan pemodelan, peneliti memperkirakan jumlah kematian akibat AMR akan meningkat 67% hingga mencapai dua juta per tahun pada 2050.
Dan terlibat dalam 8,2 juta kematian tahunan lainnya, naik hampir 75%. Secara keseluruhan, AMR memperkirakan akan menyebabkan 39 juta kematian langsung dalam 25 tahun ke depan dan total 169 juta kematian.
Menurut model ini, peningkatan perawatan infeksi parah dan akses ke obat antimikroba dapat menyelamatkan 92 juta jiwa pada tahun 2050.
Namun, Jeremy Knox dari Wellcome Trust memperingatkan bahwa meningkatnya AMR dapat mengancam efektivitas pengobatan modern.
Meskipun perhatian politik terhadap masalah ini telah meningkat dalam dekade terakhir, tindakan yang diambil belum cukup cepat atau signifikan. Pertemuan tingkat tinggi PBB pada 26 September ia anggap sebagai momen penting dalam perang melawan bakteri super.
Resistensi antimikroba merupakan fenomena alamiah, namun penggunaan antibiotik yang berlebihan pada manusia, hewan, dan tumbuhan memperburuk masalah ini.