Jakarta (Lampost.co) — Insomnia merupakan masalah tidur yang dapat menyebabkan kelelahan dan kekurangan energi. Selain itu mempengaruhi kesehatan fisik dan mental.
Juru bicara American Academy of Sleep Medicine (AASM) Indira Gurubhagavatula, menjelaskan secara umum insomnia merupakan kondisi saat seseorang mengalami kesulitan untuk tidur.
“Banyak orang yang mengalami apa yang disebut insomnia akut atau insomnia penyesuaian, biasanya dalam merespons situasi yang menimbulkan stres,” kata profesor kesehatan tidur dari University of Pennsylvania Perelman School of Medicine itu mengutip publikasi kesehatan Health, Senin, 5 Agustus 2024.
Baca Juga:
Ini 5 Manfaat Kopi Instan bagi Kesehatan
Menurut dia, insomnia akut bisa berlangsung selama beberapa hari atau bahkan mingguan. Gejalanya biasanya selesai setelah orang yang bersangkutan mengatasi stres atau sumber stres pergi.
Psikolog klinis dan ahli gangguan tidur di South Psychology di Colorado Nathan Baumann, mengatakan juga kepada Health. Bahwa stres, kecemasan, dan kekhawatiran bisa berperan dalam menimbulkan gangguan ritme sirkadian seseorang yang menjelaskan hubungannya dengan insomnia.
“Satu komponen penting dari tidur adalah ritme sirkadian, yakni siklus energi dan rehat yang dialami tubuh kita sehari-hari,” kata Baumann.
Gurubhagavatula menjelaskan insomnia dapat menjadi kronis jika berlangsung selama tiga bulan atau lebih dan terjadi setidaknya tiga kali seminggu. Insomnia kronis juga terjadi jika serangan insomnia berlangsung kurang dari tiga bulan tetapi terus-menerus kambuh selama beberapa bulan atau tahun.
Menurut Gurubhagavatula, seseorang pun bisa mengalami insomnia kronis jika mereka terus menerus mengonsumsi obat-obatan agar bisa tertidur. Mereka merasa tidak bisa tidur tanpa bantuan pil tidur.
Selain susah tertidur dan tetap tertidur, ia melanjutkan, mereka yang mengalami insomnia kronis mungkin merasakan ketidakpuasan tidur, kurang tidur, dan kecemasan tentang tidur. Kemudian lelah pada siang hari, lesu, kurang energi, mengantuk, sakit kepala, mudah tersinggung, sakit dan mual, dan tertidur saat mengemudi.
Baumann menambahkan, gangguan tidur dapat terdiagnosis sebagai insomnia kronis jika sudah mencapai tingkat yang menimbulkan tekanan atau gangguan signifikan dalam hubungan sosial, pekerjaan, pendidikan, atau area penting lain dalam kehidupan sehari-hari.
Pemantauan masalah tidur
Psikolog berlisensi dan pendiri Anxiety and Behavioral Health Psychotherapy di New York Shmaya Krinsky, mengemukakan perlunya pemantauan masalah tidur untuk menentukan apakah seseorang mengalami insomnia kronis.
Gejala yang mesti dapat perhatian antara lain, butuh waktu lebih dari 30 menit untuk tertidur setidaknya tiga malam dalam seminggu. Sering terbangun atau terjaga dalam jangka waktu lama pada malam hari. Serta mengalami stres, gangguan suasana hati, kesulitan berkonsentrasi atau kesulitan mengingat sesuatu.
Apabila gejala-gejala itu berlangsung terus menerus, maka sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter di fasilitas kesehatan primer atau spesialis tidur.
“Mereka dapat menyingkirkan kemungkinan kondisi medis atau psikologis lain yang dapat menyebabkan gejala tersebut,” ujarnya.