Jakarta (Lampost.co)—Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang kejadiannya makin meningkat di seluruh dunia. Tidak hanya pada orang dewasa, tetapi juga pada anak-anak.
Dokter Spesialis Anak Subspesialis Endokrinologi RS Pondok Indah Prof Dr dr Aman Bhakti Pulungan, SpA, Subsp End, FAAP, FRCPI (Hon), mengatakan pada anak-anak, yang paling sering terjadi adalah DM tipe 1. Di mana terjadi kekurangan insulin absolut dalam tubuh akibat rusaknya sel kelenjar pankreas oleh proses autoimun.
“Masalah utama yang terjadi di Indonesia adalah kurangnya kesadaran masyarakat. Bahkan, tenaga kesehatan bahwa DM dapat terjadi pada anak, sehingga kasus DM pada anak sering terabaikan,” kata Aman, Senin (9/12/2024).
Data tahun 2022 dari International Diabetes Federation (IDF) menunjukkan terdapat 1,2 juta penderita DM tipe 1 pada anak berusia kurang dari 19 tahun di seluruh dunia. Di Indonesia, tercatat 150 kasus angka kejadian DM tipe 1 pada tahun 2009.
Adapun gejala awal yang umum terjadi pada diabetes melitus anak meliputi sering haus, sering buang air kecil, cepat lelah, dan berat badan turun drastis. Anak juga bisa jadi mudah lapar dan mengalami infeksi kulit berulang.
“Gejala yang muncul pada anak mengalami KAD (gejala sudah berat) adalah sesak napas, mual, muntah, sakit perut atau pingsan. Kelalaian penanganan pada kondisi ini dapat menyebabkan kematian,” ujarnya.
Lima Pilar
Dalam menangani anak dengan DM tipe 1 ada lima pilar. Yaitu penyuntikan insulin, pemantauan gula darah, pengaturan makan, aktivitas fisik, serta edukasi.
Aman mengatakan penanganan DM tipe 1 pada anak memerlukan pendekatan yang menyeluruh dari tim tenaga kesehatan. Mereka terdiri atas dokter spesialis anak subspesialis endokrin, dokter spesialis anak subspesialis nutrisi dan penyakit metabolik atau dokter spesialis gizi klinik atau ahli gizi, psikiater atau psikolog, dan edukator DM.
“Penyuntikan insulin mutlak harus dilakukan karena dasar penyebab DM tipe 1 adalah tidak adanya insulin yang dihasilkan dalam tubuh. Satu-satunya cara pemberian insulin yang terbukti efektif hingga saat ini adalah melalui suntikan di bawah kulit,” katanya.
Selain itu, perlunya pemantauan gula darah mandiri setidaknya empat kali dalam sehari. Yaitu di pagi hari saat bangun tidur, sesaat sebelum makan, 1,5—2 jam setelah makan, dan malam hari sebelum tidur.
Hal ini guna memastikan dosis insulin yang masuk sesuai dengan kebutuhan tubuh anak.
Aman juga mengatakan pola makan anak dengan DM tipe 1 harus mendapat perhatian. Tujuannya agar anak mendapatkan nutrisi untuk proses tumbuh kembang sekaligus mencegah komplikasi dari penyakit DM tipe 1.
Asupan nutrisi yang baik terdiri atas 45—50 persen karbohidrat, 15—20 persen protein, dan kurang dari 35 persen lemak. Pasien dan keluarga harus memahami cara menyesuaikan dosis insulin berdasarkan konsumsi karbohidrat, sehingga si kecil lebih fleksibel dalam konsumsi karbohidrat.
Aman mengatakan aktivitas fisik penting untuk menjaga kebugaran tubuh anak. Di samping itu juga menurunkan kebutuhan insulin dan meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin.
“Rekomendasi aktivitas fisik pada anak dengan DM tipe 1 sama dengan populasi umum, yaitu aktivitas dengan durasi 60 menit setiap hari yang mencakup aktivitas aerobik dan penguatan otot serta tulang. Aktivitas aerobik sebaiknya lebih sering, sementara penguatan otot dan tulang paling tidak tiga kali per minggu,” kata dokter lulusan Universitas Indonesia ini.
Meskipun penyandang DM tipe 1 memerlukan penanganan khusus dalam kehidupan sehari-hari, penyakit ini tidak menghalangi anak untuk tetap hidup sehat, bahagia, dan berprestasi seperti teman sebayanya. Dengan kontrol penyakit yang baik, anak penyandang DM dapat menjadi apa saja yang mereka cita-citakan.
Anda juga dapat referensi berita atau artikel terkait kesehatan lainnya dengan membaca di website idiborong.org