Bandar Lampung (Lampost.co)— Dokter spesialis Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala dan Leher (THTBKL), dr. Syahrial M. Hutauruk, menyatakan bahwa mayoritas kasus kanker pita suara terjadi pada pasien yang memiliki kebiasaan merokok.
Dalam diskusi daring yang terpantau di Jakarta, ia menjelaskan hampir seluruh penderita kanker pita suara adalah perokok, menunjukkan korelasi yang sangat kuat.
Syahrial yang berpraktik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, menambahkan perokok memiliki risiko lima hingga tujuh kali lebih tinggi terkena kanker pita suara.
Dari pada non-perokok, kanker ini juga dapat menyerang perokok pasif. Terutama jika sering terpapar asap rokok, bahkan bagi mereka yang telah lama berhenti merokok. Selain itu, konsumsi alkohol turut meningkatkan risiko terkena kanker pita suara tiga hingga lima kali lipat.
“Risiko akan semakin tinggi jika seseorang merupakan perokok sekaligus peminum alkohol,” paparnya.
Ia juga mencatat bahwa kanker pita suara lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita. Dengan rasio di Indonesia mencapai 1:13 hingga 1:15, sementara di negara maju sekitar 1:7.
Gejala yang paling umum adalah suara serak yang tidak hilang selama minimal satu bulan. Pada stadium lanjut, tumor yang tumbuh di bawah laring. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan menelan dan gangguan pernapasan, yang membutuhkan tindakan operasi untuk mengangkat tumor yang menghalangi saluran udara.
Cegah Kematian Dini
Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berupaya menekan prevalensi perokok di Indonesia untuk mencegah kematian dini akibat penyakit tidak menular (PTM).
Direktur Pencegahan dan Pengendalian PTM Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan bahwa upaya ini selaras dengan target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Yakni mengurangi sepertiga kematian dini akibat PTM pada tahun 2030.
Faktor risiko utama yang disorot adalah pola makan tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, konsumsi alkohol, dan merokok.
Ia juga menyampaikan bahwa proporsi perokok anak berusia 10-18 tahun menurun dari 9,1 persen pada 2018 menjadi 7,4 persen pada 2023.” Namun terjadi peningkatan pada perokok dewasa dari 28,9 persen menjadi 29,7 persen,” kata Siti Nadia.
Beberapa langkah yang diambil pemerintah termasuk penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di 514 kabupaten/kota pada 2024. Serta penyelenggaraan layanan Upaya Berhenti Merokok (UBM) di 350 kabupaten/kota.
Selain itu, langkah lain meliputi promosi kesehatan melalui berbagai media, deteksi dini perilaku merokok di sekolah, serta advokasi KTR di kabupaten/kota yang belum memiliki peraturan terkait KTR. Hingga Oktober 2023, masih ada 35 kabupaten/kota yang belum memiliki aturan tersebut.