Jakarta (Lampost.co)–Masih banyak masyarakat yang pro dan kontra terhadap imunisasi hingga munculnya sejumlah mitos. Namun, sebelum mengulas apakah mitos dan fakta, ada baiknya kita membahasa satu persatu terkait hal ini.
Imunisasi adalah upaya pencegahan penyakit menular dengan cara meningkatkan sistem kekebalan tubuh anak melalui pemberian vaksin. Vaksin merupakan bakteri atau virus yang sudah dilemahkan untuk merangsang pembentukan zat antibodi dalam tubuh. Pembentukan zat antibodi ini akan memperkuat sistem kekebalan tubuh, sehingga kebal terhadap penyakit-penyakit tertentu.
Walaupun masih banyak yang khawatir terhadap efek simpang imunisasi akibat banyaknya mitos dan fakta tentang imunisasi, manfaatnya masih lebih besar daripada efek simpangnya.
Baca Juga: Kemenkes Perluas Imunisasi HPV untuk Cegah Kanker Leher Rahim
Pemberian imunisasi melindungi tubuh bayi dan anak dari serangan bakteri atau virus penyakit-penyakit tertentu, yang dapat mengancam jiwa dan kesehatan dalam jangka panjang. Imunisasi juga meningkatkan status kesehatan anak, yang akan berdampak pada kualitas tumbuh kembang dan produktivitasnya hingga ke masa depan.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI, Kunta Wibawa Dasa Nugraha, mengatakan pada tahun 2024 ini ada lebih dari 2.8 juta anak berusia 1-3 tahun yang tersebar di 309 kabupaten dan 38 provinsi, yang belum dapat imunisasi lengkap.
Semakin meningkatnya informasi yang salah tentang imunisasi menimbulkan kekhawatiran berlebihan yang tidak beralasan tentang keamanan dan dampak imunisasi.
Mitos dan Fakta Imunisasi
Tentunya angka ini sangat mengkhawatirkan, karena akan mempengaruhi kualitas hidup sumber daya manusia di masa akan datang. Oleh karenanya, perlu upaya keras menjawab berbagai mitos dan fakta tentang imunisasi yang beredar di masyarakat saat ini. Dilansir dari website kemenkes RI ada sejumlah mitos.
* Imunisasi Tidak Penting
Dilansir dari sebuah artikel di UNICEF, saat ini di seluruh dunia ada sekitar 20 juta anak yang belum diimunisasi atau mendapatkan imunisasi dasar tidak lengkap. Hal ini karena menganggap wabah penyakitnya sudah hilang. Akibatnya, beberapa penyakit berbahaya, yang dulu bisa dicegah oleh vaksin, kini muncul kembali di negara-negara maju dan berkembang, termasuk campak, pertusis (batuk rejan), difteri dan polio.
* Imunisasi Menyebabkan Penyakit
Pemberian imunisasi ada kalanya dengan efek simpang atau kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI), seperti demam, sakit kepala, nyeri dan bengkak di sekitar area suntikan, kelelahan, anak menjadi rewel dan lain sebagainya. Namun, ini merupakan efek samping yang normal dan biasanya akan sembuh sendiri setelah 3-4 hari.
Anda bisa memberi anak obat penurun panas, kompres air hangat, ASI, jus buah atau susu untuk membantu meringankan gejalanya. Selain itu, hindari aktivitas fisik yang terlalu berat atau menguras energi setelah vaksin. Ini untuk mengurangi ketidaknyamanan atau rasa lelah setelah melakukan imunisasi.
Segera periksa ke dokter atau tenaga kesehatan, jika gejala-gejala KIPI ini tidak kunjung membaik atau bertambah parah. Meski demikian, belum ada bukti medis konkrit yang menunjukkan adanya penyakit yang disebabkan oleh imunisasi.
* Vaksin Mengandung Bahan Berbahaya
Kandungan vaksin terdiri dari berbagai bahan yang dapat dikelompokkan ke dalam 2 kategori komponen, yaitu:
Komponen utama vaksin adalah antigen, yaitu kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan untuk merangsang pembentukan sel-sel antibodi dan kekebalan tubuh. Sel-sel antibodi ini yang akan melindungi tubuh dari serangan penyakit, jika terpapar bakteri atau virus penyebab penyakit tersebut.
Komponen tambahan ini kadarnya rendah dan aman, terdiri dari zat penstabil, seperti sukrosa dan albumin, untuk menjaga stabilitas vaksin saat disimpan dengan sistem rantai dingin.
Antibiotik dalam kadar yang sangat rendah, seperti neomycin, untuk mencegah kontaminasi bakteri saat vaksin diproduksi.
Bahan pengawet yang berfungsi mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur, seperti thimerosal, dan ditambahkan ke dalam vaksin dengan kemasan multidosis.
Ajuvan yang berperan untuk meningkatkan respons imunitas spesifik pada individu penerima, dan ditambahkan ke dalam beberapa jenis vaksin. Contohnya, garam aluminium.
Anda juga dapat referensi berita atau artikel terkait kesehatan lainnya dengan membaca di website idiburmeso.org