Jakarta (lampost.co)– WHO Goodwill Ambassador for Leprosy Elimination, Yohei Sasakawa, menegaskan kembali bahwa penyakit kusta bukan kutukan. Ia menyatakan komitmennya menjadikan Indonesia sebagai pusat perhatian dalam program global Zero Kusta.
Menurut Sasakawa, Indonesia memiliki tantangan geografis dan budaya yang unik. Namun juga memiliki peluang besar untuk membuktikan kepada dunia bahwa kusta bukan kutukan dan dapat terhapuskan melalui kerja lintas sektor.
“Di Indonesia, ada lebih dari 17.000 pulau, masing-masing dengan budaya dan sejarahnya. Namun, penyakit kusta sering tertinggal dari prioritas karena jumlah penderitanya relatif kecil,” ujar Sasakawa.
Ia menjelaskan bahwa ketimbang TB, HIV/AIDS, atau malaria, kusta memang memiliki jumlah kasus lebih sedikit. Tapi beban sosial yang ditimbulkan jauh lebih berat, karena banyak masyarakat masih menganggap kusta bukan kutukan, melainkan hukuman atau aib warisan.
“Bahkan jika orang sembuh total dari kusta, masyarakat masih menyebutnya ‘pasien kusta’. Padahal, tak pernah ada yang menyebut ‘mantan pasien TB’ atau ‘mantan pasien malaria’. Inilah bukti nyata bahwa kusta bukan kutukan, tapi korban stigma,” tegasnya.
Dalam Kitab Suci
Sasakawa menyampaikan bahwa selama lebih dari 50 tahun, ia telah mendedikasikan hidupnya untuk membuktikan kusta bukan kutukan. Ia menyebut penyakit ini satu-satunya yang bahkan disebut dalam kitab suci dan memiliki sejarah diskriminasi yang panjang.
“Kami bersyukur dengan pendekatan baru dari Menteri Kesehatan Indonesia yang ingin mengangkat Zero Kusta dengan cara berbeda. Ini memberi harapan bahwa Indonesia dapat menjadi contoh global bahwa kusta bukan kutukan, dan bisa berantas dengan bermartabat,” ujarnya.