Bandar Lampung (Lampost.co): Warga Bandar Lampung berinisial H menjadi korban pemerasan oleh seorang dukun cabul asal Cilegon, Banten. Atas kejadian itu, korban mengalami kerugian hingga Rp88,3 juta.
Dirreskrimsus Polda Lampung, Kombes Donny Arief Praptomo mengungkapkan, kasus tersebut bermula saat korban masuk dalam grup WhatsApp Keluarga Besar Jamani CS pada 14 Januari lalu. Kemudian salah satu anggota grup, Endang meminta korban mengirimkan foto keluarga dengan alasan untuk mengenal.
Beberapa hari setelah itu, Endang kembali menghubungi korban secara pribadi. Pelaku mengatakan berdasarkan penerawangan dari foto, korban memiliki aura negatif. Kemudian, pelaku menawarkan untuk melakukan penyembuhan namun korban harus datang langsung ke Cilegon.
“Karena takut dan percaya, korban menuruti pelaku dan menjalankan ritual di rumah pelaku di Cilegon,” ungkapnya, Kamis, 22 Agustus 2024.
Lalu pada 5 Februari, pelaku menghubungi korban untuk meminta uang senilai Rp60 juta. Uang tersebut untuk membeli kerbau dalam menggelar acara syukuran dan doa selamat. Korban mengirimkan uang secara bertahap hingga total Rp56 juta.
Setelah itu, pelaku melakukan panggilan video dengan dan menawarkan pengobatan jarak jauh. Pelaku meminta korban melepaskan seluruh pakaian dan menunjukkan bagian vitalnya sambil diam-diam merekam layar.
“Beberapa hari kemudian Endang kembali menghubungi korban dan meminta sejumlah uang dengan ancaman akan menyebarkan hasil tangkap layar saat korban tanpa busana,” jelasnya.
Takut Tersebar
Karena takut videonya tersebar, korban menuruti permintaan pelaku dengan mengirimkan uang hingga total Rp32,3 juta ke rekening pelaku. Setelah beberapa kali mengirimkan uang, akhirnya korban tak sanggup lagi mengirimkan uang ke korban.
“Karena korban tak mengirim uang lagi, pelaku mengirim hasil tangkapan layarnya ke grup Keluarga Besar Jamani CS,” kata Donny.
Setelah kejadian itu, barulah korban berani melaporkan peristiwa itu ke Polda Lampung. Usai penyelidikan dan penyidikan akhirnya pelaku tertangkap di Cilegon, Banten.
Atas perbuatannya pelaku terjerat Pasal 27B Ayat (1) huruf a Jo Pasal 45 Ayat (8). Kemudian, Pasal 27B Ayat (2) huruf a Jo Pasal 45 Ayat (10) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara.