Bandar Lampung (Lampost.co) — Bertepatan dengan HUT Bhayangkara ke-78 tahun. isu keamanan publik (public safety) sudah selayaknya menjadi prioritas utama dalam kaitannya pembangunan daerah. Penciptaan situasi aman ini amatlah berpengaruh ada roda perekonomian suatu wilayah.
.
Hal itu tersampaikan Kriminolog dari Universitas Lampung, Teuku Fahmi. “Rasa aman belum terpenuhi secara optimal, maka masyarakat yang hendak beraktivitas pun akan berpikir dua kali. Karena mereka akan berhadapan dengan situasi yang rentan dan rawan,” ujarnya, Minggu 30 Juni 2024.
.
Kemudian Fahmi berpendapat, bisa saja para warga ini akan menunda atau menghindari melakukan kegiatan terkhusus pada malam hari. Karena faktor keamanan. “Pada akhirnya, hal tersebut berkontribusi pada penurunan kualitas hidup dan kesejahteraan ekonomi masyarakat,” katanya.
.
Baca Juga : https://lampost.co/lampung/polda-lampung-kawal-pembangunan-untuk-kemajuan-ekonomi/
.
Selanjutnya, Fahmi menjelaskan dalam studi kriminologi. Ada bahasan mengenai socio-economy theory of crime yang mengulas perihal kemiskinan. Hal itu menjadi konsep yang identik melatarbelakangi fenomena kejahatan. Perspektif teoritis ini menekan bahwa kejahatan dan kemiskinan tertengarai memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain.
.
“Bahkan beberapa studi menunjukkan bahwa terdapat korelasi, baik langsung maupun tidak langsung. Antara kemiskinan dengan peningkatan tindak kejahatan,” paparnya.
.
Meskipun demikian, lanjutnya, dalam teori tersebut juga menekankan. Bahwa kemiskinan tidak dapat menjadi variabel penjelas tunggal atas fenomena kejahatan.
.
“Memang dalam perspektif kriminologi itu kita terajarkan saat melihat adanya suatu tindak kejahatan. Maka tidak bisa terlihat dari satu faktor tunggal saja. Pun juga dalam merespon peningkatan angka kriminalitas, maka kita harus melihatnya sebagai sesuatu yang multikausal dan kompleks,” katanya.
.
Citra
.
Sementara untuk mengembalikan citra Kepolisian. Ia mengatakan Kepolisian RI memiliki tugas ‘mulia’ dan juga ‘berat’ sebagaimana yang teramanatkan dalam UU No. 2 Tahun 2002.
.
“Dalam upaya penegakkan hukum, Polri merupakan panglima dalam implementasi sistem peradilan pidana yang terus tersoroti kinerjanya oleh publik,” terangnya.
.
Ia menuturkan masyarakat luas banyak menaruh harapan baik terhadap kinerja kepolisian yang profesional dan responsif. Untuk itu, dalam upaya mengembalikan “citra baik” pada mata publik, diperlukan serangkaian kolaborasi yang intens antara aparat penegak hukum dengan melibatkan peran komunitas masyarakat dalam menangani permasalahan keamanan dan keselamatan publik.
.
“Jadi ada pola kemitraan yang terjalin antara komunitas masyarakat dengan pihak kepolisian. Hingga pelibatan lembaga pemerintah lainnya, semisal pemda & TNI. Pola kemitraan seperti itulah yang hingga saat ini terus terjalankan dan perlu teroptimalkan,” katanya.
.
Kemudian ia menambahkan perihal berbagai kasus yang menjerat dan melibatkan oknum kepolisian. Maka ini menjadi PR yang harus terus terselesaikan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
.
“Mekanisme penanganan perkara yang melibatkan para oknum haruslah terjalankan secara profesional. Asas transparansi juga menjadi kunci penting dalam upaya mengembalikan citra positif kepolisian,” katanya.