Bandar Lampung (Lampost.co) — Kejari Bandar Lampung menyita sebuah rumah wilayah Palembang, Sumatera Selatan. Penyitaan ini terlaksanakan oleh Seksi Pemulihan Aset dan Pengelolaan Barang Bukti Kejari Bandar Lampung, 29 April 2025.
Sementara itu, rumah yang tersita terletak pada Komplek Perumahan Citra Grand City The Breeze. Kecamatan Alang-alang Lebar, Kota Palembang, Sumatera Selatan. Dengan luas tanah dan bangunan 105 meter persegi.
Rumah itu milik terpidana seumur hidup, M Belly Saputra (27). Ia merupakan kurir sabu jaringan Internasional Fredy Pratama. Belly awalnya tertuntut dengan pidana mati. Lalu, tervonis seumur hidup, begitu pula ketika tingkat banding, hingga kasasi. Ia tetap tervonis seumur hidup.
Kasi Intelijen Kejari Bandar Lampung M. angga Mahatama, mengatakan eksekusi berdasarkan putusan pengadilan yang telah inkracht. Yakni Keputusan Mahkamah Agung Nomor 7446/Pid.Sus/2024 tanggal 15 November 2024. Ini menguatkan putusan sebelumnya dari PN Tanjung Karang Nomor 105/Pid.Sus/2024/PN.Tjk tanggal 28 Mei 2024.
“Ia benar. Kami melaksanakan putusan hakim yang nantinya aset tersebut akan terlelang. Dan apabila telah laku terjual setor ke kas negara,” ujarnya, Senin, 5 Mei 2025.
Kurir Sabu
Kemudian dalam perkara ini Belly Saputra menjadi kurir sabu-sabu 125 kilogram, bermula pada Maret 2019. Belly merupakan pegawai warung sate daerah Betung, Palembang. Kemudian mendapat tawaran pekerjaan pada Tower Palembang oleh Iko Agus Priyono (DPO). Pekerjaan itu mendapat imbalan Rp7 juta.
Setelah menemui Iko Agus di rumah Salman Roziq. Keduanya langsung menjelaskan pekerjaan sebenarnya kepada terdakwa. Pekerjaan menjadi kurir narkoba jenis sabu-sabu, dengan upah Rp15-20 juta per kilo. Sabu-sabu tersebut milik Fredy Pratama.
Kemudian pada April 2019, terdakwa bersedia menjadi kurir narkoba. Dengan catatan, terdakwa akan terlindungi oleh Fredy Pratama jika terjadi sesuatu pada kemudian hari. Setelah melakukan tahapan cukup panjang pada September 2020. Terdakwa berhasil menjadi kurir narkoba sebanyak 125 kg. Dari pekerjaan itu, terdakwa menerima upah dari orang suruhan Fredy Pratama (DPO) Rp2,2 miliar.
Sementar itu, Belly awalnya sebagai pecandu berat sabu-sabu. Sebelum bergabung dengan jaringan narkoba internasional Fredy Pratama.