Jakarta (Lampost.co) — Ancaman penipuan digital di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Laporan terbaru bertajuk State of Scams in Indonesia 2025 mengungkapkan 66% orang dewasa Indonesia menjadi korban penipuan online dalam satu tahun terakhir.
Poin Penting:
- 
66% orang dewasa Indonesia alami penipuan digital dalam setahun.
- 
Kerugian nasional mencapai Rp49 triliun, rata-rata Rp1,7 juta per korban.
- 
Pemerintah harus lebih aktif melindungi konsumen digital.
Angka ini menunjukkan dari setiap tiga orang dewasa, dua di antaranya pernah terpapar modus kejahatan digital. Rata-rata, masyarakat mengalami 55 paparan penipuan per orang per tahun, menjadikan penipuan digital sebagai ancaman sistemik bagi ekonomi digital Indonesia.
Kerugian Nasional Capai Rp49 Triliun
Laporan tersebut disusun oleh Global Anti Scam Alliance (GASA) bersama Mastercard dan Indosat Ooredoo Hutchison (IOH). Survei daring terhadap 1.000 responden berusia 18 tahun ke atas di seluruh Indonesia, antara 26 Februari hingga 14 Maret 2025.
Baca juga:
Ketua GASA Indonesia Chapter sekaligus Chief Legal & Regulatory Officer Indosat Ooredoo Hutchison, Reski Damayanti, menyebut 35% responden mengaku menjadi korban penipuan digital, dengan 14% mengalami kerugian finansial langsung.
“Total kerugian mencapai Rp49 triliun atau setara US$3,3 miliar, dengan rata-rata Rp1,7 juta per orang,” kata Reski dalam peluncuran laporan di Google Office Jakarta Selatan, Jumat, 31 Oktober 2025.
Menurutnya, penipuan online tidak hanya merugikan finansial, tetapi juga mengikis kepercayaan publik terhadap ekosistem digital. Ia menekankan perlunya sistem pencegahan penipuan digital berbasis AI yang lebih kuat, didukung regulasi tegas dan kolaborasi lintas sektor.
“Indonesia harus memperkuat deteksi dini, mengembangkan teknologi keamanan, dan membangun kepercayaan digital untuk mendukung ekonomi nasional,” ujarnya.
Modus Utama Lewat Pesan Instan dan SMS
Laporan GASA juga menemukan pesan instan dan SMS menjadi saluran paling sering pelaku penipuan digital gunakan. Ada 34% responden orang dewasa menilai pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggung jawab untuk melindungi masyarakat dari kejahatan siber.
Platform perpesanan menjadi celah yang pelaku manfaatkan untuk menipu, mulai dari penawaran investasi palsu, hadiah fiktif, hingga permintaan OTP.
Gerus Kepercayaan Publik
GASA APAC Director Brian D. Hanley menegaskan penipuan online di Indonesia memiliki dampak sosial yang besar. Ia menyebut setiap kasus penipuan menyisakan luka pada korban yang kehilangan uang, kepercayaan, dan rasa aman.
“Penipuan tidak hanya mencuri uang, tapi juga kepercayaan antarmanusia. Karena itu, pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat harus bersatu membangun kembali kepercayaan digital,” ujarnya.
Google Dorong Ekosistem Internet Aman
Sementara itu, Government Affairs and Public Policy Director Google Indonesia, Putri Alam, menyatakan Google terus memperkuat perlindungan pengguna melalui fitur keamanan berbasis AI.
“Teknologi AI kini mendeteksi penipuan real-time di Google Messages dan memperkuat fitur safe browsing di Chrome agar pengguna terhindar dari situs phishing dan kejahatan siber,” katanya.
Putri juga menegaskan pengembangan seluruh produk Google dengan prinsip private by default dan secure by design, demi memastikan pengalaman digital yang aman bagi seluruh pengguna Indonesia.
Rekomendasi Lawan Penipuan Digital
Laporan GASA merumuskan rekomendasi utama untuk menekan penipuan online yang mencakup tiga area strategis:
Memberdayakan konsumen melalui edukasi berkelanjutan, hotline nasional, dan dukungan bagi korban;
- Mewujudkan internet aman dengan sistem pemblokiran penipuan di tingkat jaringan dan penguatan pelacakan transaksi digital;
- Memperkuat kerja sama lintas sektor melalui pembentukan jaringan pusat anti-penipuan nasional serta kolaborasi global dalam penegakan hukum.
Harapannya, upaya tersebut mendukung visi Indonesia Emas 2045, dengan membangun kepercayaan digital yang inklusif dan berkelanjutan.
 
			 
    	 
                                








