Bandar Lampung (Lampost.co) – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) akan melakukan patroli pengawasan pada masa tenang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024. Masa tenang akan berlangsung, Minggu-Selasa, 24-26 November 2024, setelah itu masyarakat akan melakukan pencoblosan, Rabu, 27 November 2024.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menjelaskan patroli pengawasan ini bertujuan menjaga alur masa tenang. Hal itu agar masyarakat tidak melanggar peraturan perundang-undangan.
“Kami melakukan patroli masa tenang untuk menjaga alur masa tenang ini. Supaya tidak ada yang melanggar peraturan perundang-undangan,” kata Bagja, Jumat, 22 November 2024.
Baca Juga :
https://lampost.co/lamban-pilkada/bersiap-masa-tenang-pilkada-serentak-2024/
Sebagai informasi, Bawaslu akan melakukan patroli masa tenang pada H-3 pemungutan suara pilkada. Yakni pada 23 sampai 26 November 2024. Ia menyebutkan patroli pengawasan masa tenang pilkada melibatkan panitia pengawas pemilihan kecamatan (Panwascam) hingga aparat keamanan. Bawaslu juga mengajak tokoh masyarakat untuk berkeliling melakukan patroli.
Kemudian Bagja mengatakan patroli pengawasan ini secara bergiliran untuk menghindari kelelahan. Hal ini pun sudah tersampaikan kepada Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo. Pria asal Medan ini berharap aparat keamanan seluruh daerah mampu melakukan penyelidikan dengan baik.
Selain itu, Bagja mengungkapkan Bawaslu telah melakukan pemetaan terhadap daerah rawan serangan fajar seluruh Indonesia.”Ada pemetaan, teman-teman provinsi dan kabupaten kota turun,” ujarnya.
Selanjutnya, apabila pada saat patroli pengawasan terdapat temuan serangan fajar. Bawaslu akan melaporkannya kepada pihak kepolisian. “Tidak lanjutnya kepada kepolisian, karena ini tentunya pidana pemilih,” pungkas Bagja.
Kemudian sanksi bagi yang melakukan politik uang (money politic) dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015. Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
– Ketentuan larangan politik uang pada pemilihan
Pasal 73 UU Nomor 10 Tahun 2016
(1) Calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih.
(2) Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
(3) Tim kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Selain calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk:
- Mempengaruhi pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih;
- Menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah; dan
- Mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.
– Ketentuan sanksi politik uang pada pemilihan
Pasal 187A UU Nomor 10 Tahun 2016
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).