Bandar Lampung (Lampost.co) — Presiden Joko Widodo (
Jokowi) resmi melantik tiga wakil menteri Kabinet Indonesia Maju (KIM). Pelantikan itu terpandang
politis dalam sisa masa jabatan periode tahun 2019-2024 pada Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis, 18 Juli 2024.
.
Sementara itu, mereka yang terlantik yakni Thomas Djiwandono, sebagai Wakil Menteri Keuangan. Kini Menkeu Sri Mulyani memiliki wakil menteri lain selain Suahasil Nazara. Kemudian Yuliot Tanjung yang mengisi posisi baru Wakil Menteri Investasi. Serta Sudaryono sebagai Wakil Menteri Pertanian menggantikan Harvick Hasnul Qolbi.
.
Hal itu tersampaikan oleh Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan. Ia mengatakan penambahan jabatan atau posisi baru seperti wakil menteri, menjelang 3 bulan lengser jelas hanya untuk tujuan politis.
.
Baca Juga : https://lampost.co/nasional/jokowi-terima-penghargaan-order-of-zayed/
.
“Termasuk balas budi kepada pihak tertentu yang berjasa saat kampanye yang lalu. Hal ini seharusnya bisa masuk kategori penyalahgunaan wewenang jabatan presiden untuk menguntungkan pihak lain. Kemudian yang dapat merugikan keuangan negara,” tegas Anthony.
.
Kemudian Anthony membeberkan, penyalahgunaan wewenang ini bisa masuk dalam tindak pidana seperti termaksud Pasal 3 UU Tipikor. Anthony menjelaskan, penunjukkan posisi wakil menteri tidak akan bermanfaat terhadap pengelolaan perekonomian nasional.
.
“Sebaliknya, penambahan posisi baru menjelang 3 bulan lengser akan menjadi pemborosan APBN. Hal itu yang merugikan keuangan negara,” tegasnya.
.
Tidak Ada Urgensi
.
Sementara itu, Peneliti Senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional BRIN Lili Romli, membeberkan. Dengan sisa waktu pemerintahan Jokowi yang sebentar lagi habis, reshuffle tersebut tak ada urgensinya.
.
“Dengan sisa waktu yang hanya tinggal beberapa bulan. Publik akan melihat tidak ada urgensinya mengangkat para wamen tersebut,” papar Lili.
.
Kemudian Lili menyebut masyarakat akan melihat pelantikan para wamen itu sebagai ajang bagi-bagi jabatan. “Publik akan cenderung melihat sebagai bagi-bagi jabatan saja daripada untuk meningkat kinerja kementerian,” tegasnya.