Bandar Lampung (Lampost.co) – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Lampung memperkuat pengawasan money politik atau politik uang jelang pencoblosan. Masyarakat akan melakukan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada 27 November 2024.
“Politik uang pada Pilkada Lampung menjadi sorotan. Semangat kita dan semua pihak memberantas dan menghambat politik uang,” kata Ketua Bawaslu Lampung, Iskardo P. Panggar, dalam arahannya dalam MoU gugus tugas pengawasan dan pemantauan pemberitaan penyiaran. serta iklan kampanye pada Hotel Radisson, Bandar Lampung, Minggu, 10 November 2024.
Kemudian ia mengatakan ada beberapa isu-isu krusial kerawanan kampanye. Seperti keamanan dan ketertiban, netralitas ASN dan TNI/POLRI, keterlibatan kepala desa. Kemudian politik uang, penggunaan fasilitas negara, politisasi SARA, ujaran kebencian dan berita bohong pada media sosial dan sebagainya.
Selain itu, pihaknya juga melakukan strategi pengawasan partisipatif melalui penguatan partisipasi warga. Seperti pendidikan pengawasan partisipatif, forum warga pengawasan partisipatif, pojok pengawasan. Lalu, kerjasama dengan perguruan tinggi, kampung pengawasan partisipatif, serta komunitas digital pengawasan partisipatif.
“Kita melakukan juga Bawaslu Goes to Campus, kampung pengawasan, menyebarkan ratusan ribu alat peraga kampanye anti politik uang,” katanya.
.
Selanjutnya, ia juga mengajak semua pihak sama-sama mensukseskan pesta demokrasi. Termasuk peran media massa. “Media ibaratnya pondasi dalam bangunan rumah. Kalau pondasi jelek atau bahannya kurang bagus, maka rumahnya bisa roboh. Alhamdulilah kolaborasi kita dengan tiang demokrasi ini berjalan dengan baik,” katanya.
Sementara itu mengenai ketentuan sanksi politik uang, terdapat pada Pasal 187A UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pilkada bisa terkena sanksi pidana penjara. Pada point (1) menyebut setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum. Menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia. Baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih sesuai pasal 73 ayat (4) bisa terpidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan. Dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Kemudian point (2) pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).