Bandar Lampung (Lampost.co) — Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah. Putusan tersebut dinilai bisa mencegah adanya kotak kosong dalam Pilkada serentak 2024, termasuk di Lampung.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Lampung Budiono mengapresiasi putusan tersebut. “Ini juga mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat (dengan suara yang telah mereka pilih dari Pemilu 2024). Ini juga membuka alternatif banyaknya pilihan calon kepala daerah yang bisa dipilih oleh masyarakat” ujar Budiono, Selasa, 20 Agustus 2024.
Budiono menilai, bunyi putusan di Pasal 40 yang berubah, diartikan sebagai berikut untuk Pilgub Lampung. Pertama, partai yang memiliki kursi Parlemen meski di bawah 20% namun di atas 7,5% raihan suara dah di pemilu 2024, bisa mengajukan calon Gubernur dan Wakil Gubernurnya sendiri. Kemudian, gabungan partai politik Non Parlemen jika suara mereka digabungkan melebihi 7,5% suara sah, juga bisa mengajukan calon Gubernur Lampung dan Wakil Gubernur Lampung.
Baca juga: Parpol Tidak Punya Kursi di DPRD Kini Bisa Ajukan Calon Kepala Daerah
Ketiga, partai Non Parlemen dan partai Parlemen bisa bergabung untuk mengusung calo Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung dengan syarat persentase suara di atas 7,5% dari suara sah pemilu 2024. “Jadi kan itu bunyinya partai gabungan Parlemen dan Non Parlemen, jadi saya rasa bisa,” katanya.
Putusan MK sifatnya final dan mengikat. Sehingga KPU RI pun harus menjalkan putusan tersebut. Dengan waktu beberapa hari sebelum pendaftaran cakada yakni 27–29 Agustus, KPU seharusnya bisa merubah atau merevisi PKPU Pencalonan, untuk mengakomodir putusan MK tersebut. “Waktu putusan MK soal batas usia capres, kan juga itu bisa langsung dieksekusi, Gibran bisa daftar,” kata Budiono.
Sementara itu, Ketua KPU Provinsi Lampung Erwan Bustami mengatakan, pihaknya menunggu kebijakan dari KPU RI, terkait putusan MK tersebut. “Menunggu arahan KPU RI terlebih dahulu,” katanya.
Putusan MK
Adapun Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 mengurangi syarat minimal ambang batas parpol bisa mengusung kandidat di pilkada.
Meski tidak menjadi pokok permohonan, MK menyatakan Pasal 40 (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada inkonstitusional. Beleid itu mengatur ambang batas bagi partai atau gabungan partai dalam mengusung kandidat, yakni minimum 20% jumlah kursi atau 25% akumulasi perolehan suara sah dalam DPRD.
Ketua MK Suhartoyo mengatakan Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai dengan perolehan suara sah partai atau gabungan partai berdasarkan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) pada provinsi atau kabupaten/kota.
Berikut ini putusan MK soal aturan terbaru Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada:
Untuk mengusulkan calon gubernur-wakil gubernur:
a. Provinsi dengan jumlah penduduk pada DPT sampai 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut.
b. Provinsi dengan jumlah penduduk pada DPT 2-6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut.
c. Provinsi dengan jumlah penduduk pada DPT 6-12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut.
d. Provinsi dengan jumlah penduduk pada DPT lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut.
Untuk mengusulkan calon bupati-wakil bupati atau calon wali kota-wakil wali kota:
a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk pada DPT sampai 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota tersebut.
b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk pada DPT lebih dari 250-500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% di kabupaten/kota tersebut.
c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk pada DPT lebih dari 500 ribu-1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota tersebut.
d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk pada DPT lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota tersebut.