Bandar Lampung (Lampost.co) — Pengamat Politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung (Fisip Unila), Budi Harjo, mengkritik keras pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon dengan lawan kotak kosong.
Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa kondisi demokrasi di Indonesia sangat buruk. “Pilkada itu pemilihan, dan pemilihan harus lebih dari satu calon. Dari sisi konsep saja, pemilihan berarti memilih di antara beberapa pilihan,” katanya, Rabu, 7 Agustus 2024.
Lebih lanjut, Budi Harjo mempertanyakan kapabilitas dan kompeten setiap kader partai politik yang tidak mencalonkan diri untuk menjadi kepala daerah. “Apa iya dari sejumlah orang tidak ada yang memiliki kapabilitas dan kompetensi untuk menjadi kepala daerah?” ungkapnya.
Baca juga: Melawan Kotak Kosong di Pilkada Bentuk Kemunduran Demokrasi
Budi Harjo menekankan bahwa demokrasi berisi beberapa komponen utama, yakni masyarakat sipil yang cerdas, partai politik yang demokratis, dan penyelenggara pemilu yang netral. Apabila pilkada di Lampung melawan kotak kosok, partai politik turut berperan serta merusak muruah demokrasi.
“Jika hanya ada satu pasangan calon dan istilahnya melawan kotak kosong, maka yang buruk adalah partai politik. Partai politik kita tidak mengikuti logika demokrasi, tidak mengikuti aspirasi masyarakat,” kata dia.
Ia juga menambahkan jika partai politik tidak berani mengusung kadernya di pilkada serentak maka di anggap mengedepankan kehendak dan kepentingannya sendiri. “Kepentingan sendiri itu egois dan tidak demokratis,” pungkas Budi Harjo.