Bandar Lampung (Lampost.co) — Akademisi Hukum Universitas Lampung, Satria Prayoga menanggapi perintah Mahkamah Konstitusi (MK). Itu terkait pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Pesawaran. Dan terdiskualifikasinya Calon Bupati nomor urut 1, Aries Sandi Darma Putra.
Kemudian ia mengatakan salah satu pointnya yakni penganggaran. Apalagi saat ini kondisi keuangan mayoritas Pemerintah Daerah yang defisit. Kemudian juga upaya pemerintah pusat untuk melakukan efisiensi anggaran.
Menurutnya, putusan ini harus menjadi catatan bagi semua pihak. Seharusnya semua stakeholder sudah bisa menghitung seluruh kebutuhan pelaksanaan Pilkada. Karena dalam Undang-Undang Pilkada sudah mengamanatkan dalam pembiayaan untuk pilkada dari hibah pemda setempat.
“Termasuk terhadap pelaksanaan PSU. Sebagaimana ketentuan dalam penyelesaian sengketanya pada MK bisa terputus PSU. Jadi memang harus teranggarkan atau tercadangkan sejak awal,” ujarnya, Kamis, 27 Februari 2025.
Kemudian jika memang anggaran oleh Pemkab Pesawaran tidak ada atau kurang. Yoga menyarankan untuk meminjam ke Pemerintah Pusat atau kementerian terkait. “Jika memang tidak ada, solusinya adalah pinjam kepada Mendagri,” katanya.
Ajukan Hibah
Seandainya Pemkab Pesawaran benar-benar tidak memiliki anggaran. Tentunya menjadi pertanyaan mengapa pada saat mengajukan hibahnya tidak terajukan sekaligus anggaran PSU. KPU Pesawaran harus benar-benar menjalankan semua proses. Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan 10 Nomor 2016 tentang Pilkada.
“Terutama dalam proses pemenuhan syarat pencalonan, harus transparan terupload media sosial penyelenggara. Kemudian dapat atau teryakini oleh masyarakat untuk mendapatkan informasi tervalid seputar pilkada daerahnya. Misalnya, KPU Pesawaran atau daerah-daerah lainnya. Harus mengupload syarat-syarat dari semua pasangan calon, guna masyarakat bisa memberikan tanggapan,” kata akademisi Hukum Administrasi Negara ini
Kemudian menurut Yoga terkadang KPU selalu berdalih meloloskan pasangan calon. Karena tidak ada tanggapan dari masyarakat. Pastinya masukan dan tanggapan dari masyarakat jarang ada karena syarat-syaratnya dari pasangan calon tidak terpublikasi.
“Kemudian termasuk verifikasi faktual yang telah terlakukan oleh KPU. Terhadap keterpenuhan syarat-syarat dari setiap pasangan calon,” katanya.
Lalu Yoga menilai putusan MK untuk Pilkada Pesawaran merupakan bentuk hukuman. Karena tidak terlaksanakannya tugas dan tanggungjawab pihak penyelenggara dengan sungguh-sungguh.
“Coba semua kita cek pada laman medsos masing-masing daerah, apa semua terupload pada medsos. Jangan beralasan sudah terupload pada web mereka saja. Masyarakat sekarang melihat informasi pasti pada laman medsos. Sehingga teramanakan sebagaimana Pasal 137 ayat (4) PKPU Nomor. 8 Tahun 2024 tentang Pencalonan Kepala Daerah. Serta pada halaman 104 BAB VI Huruf D dan E Keputusan KPU Nomor. 1229 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis, Pendaftaran, Penelitian Persyaratan Administrasi Calon. Seluruhnya harus terupload pada media sosial, termasuk nanti saat melaksanakan PSU,” katanya.
Kemudian jika hal itu terlaksanakan, masyarakat bisa menanggapi. Bukan hanya dari para peserta yang berkontestasi saja. Masukan dari masyarakat juga terbutuhkan agar pelaksanaan pilkada yang LUBER dan JURDIL bisa terwujud.
“Ingat ya dalam setiap proses demokrasi ini ada ruang bagi kami para akademisi. Untuk membantu mencerahkan dan menyelaraskan maksud dari isi undang-undang Pilkada. Karena demokrasi harus terus terjaga sehingga Pilkada Serentak yang baru ini. Dalam penyelenggaraan dan penyelesaian sengketanya sedang mencari konsep yang idealnya,” katanya.