Bandar Lampung (Lampost.co) — Jumlah pemilih di Provinsi Lampung saat ini mencapai 6.645.204 jiwa. Hal tersebut berdasarkan hasil Pleno Rekapitulasi Daftar Pemilih Berkelanjutan (DPB) Triwulan III 2025 oleh KPU 15 Kabupaten/Kota.
Pemilih tersebut dengan rincian 3.371.568 pemilih laki-laki dan 3.273.636 pemilih perempuan. Jumlah tersebut berasal dari 15 kabupaten/kota, meliputi 229 kecamatan dan 2.651 desa/kelurahan. Namun ada yang menjadi sorotan, yaitu 25 pemilih yang masih hidup masuk kedalam data meninggal dunia.
Data tersebut berdasarkan hasil uji petik oleh Bawaslu 15 Kabupaten/Kota dengan sejumlah sampel yang terlaksanakan pada periode September 2025 atau sebelum pleno. Kemudian Bawaslu menemukan 210 pemilih meninggal dunia. Rinciannya, 185 pemilih benar-benar meninggal dunia. Kemudian, 25 pemilih yang tersampaikan meninggal dunia, ternyata masih hidup.
Akademisi Universitas Muhammadiyah Lampung, Candrawansah menyoroti soal hasil uji petik Bawaslu Lampung. Apalagi ada 25 pemilih meninggal, namun faktanya masih hidup. Ia mengatakan uji petik oleh Bawaslu maupun pencocokan dan penelitian terbatas oleh KPU tidak efektif
Hal itu karena daftar pemilih berkelanjutan (DPB) tidak bisa tergunakan dalam Pemilu atau Pemilihan karena tidak ada dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum serta UU No. 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.
Bukti Konkrit
Kemudian menurutnya, lebih baik bila Bawaslu atau KPU mencari fakta orang meninggal dengan ada bukti yang konkrit. Atau meminta kesadaran masyarakat untuk dapat mengurus surat kematian dan dibantu oleh KPU atau Bawaslu dalam penyerahan bukti tersebut kepada Disdukcapil.
“Agar Disdukcapil mempunyai dasar untuk menghapus atau mencari fakta lain dengan melihat basis data daftar pemilih sebelumnya. Apabila ditemukan adanya pindahnya domisili calon pemilih,” ujarnya, Kamis, 9 Oktober 2025.
Kegiatan itu lebih efektif dan lebih konkrit dalam memperbaiki calon daftar pemilih. Apalagi memang daftar pemilih berasal dari pemerintah dan akan disiapkan untuk KPU. Saat ini, memang tahapan pemilu maupun pilkada belum ada, dan Candra menyebut kerja-kerja DPB tidak efektif.
Selanjutnya ia menyarankan, selama belum ada tahapan pemilu dan pilkada. Penyelenggara pemilu lebih baik menguatkan pendidikan politik dengan sosialisasi kepada pemilih pemula, yakni pelajar tingkat SMA/SMK/MA.
“Pendidikan politik dan sosialisasi kepada anak SMA lebih penting dari itu DPB,” katanya.