Bandar Lampung (Lampost.co) — Tahapan Pilkada serentak 2024 di Provinsi Lampung sudah berlangsung. Saat ini, proses tahapan sudah berlanjut, dan sebentar lagi akan melakukan penetapan calon kepala daerah di 15 kabupaten dan Provinsi Lampung pada 22 September 2024.
Selain itu, pengundian nomor urut serentak akan berlangsung pada 23 September 2024. Kemudian, masa kampanye mulai 25 September 2024.
Akademisi Universitas Muhammadiyah Lampung (UML) Candrawansah memberikan beberapa catatan terkait dinamika Pilkada Lampung 2024.
Pertama paska keluarnya Putusan tersebut juga sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024, tentang syarat dukungan pasangan calon.
Hal ini merubah kontestasi Pilkada 2024 termasuk di Lampung. Awalnya, syarat minimal dukungan harus memiliki 20% kursi atau 25 % jumlah suara pemilu 2024. Kemudian, akibat putusan tersebut, syarat dukungan menjadi berjenjang, mulai dari 7,5%, 8,% dan 10% dari jumlah suara pemilu 2024. Tergantung jumlah penduduk dalam DPT.
Di antaranya, Arinal yang akhirnya bisa maju sebagai calon Gubernur Lampung lewat dukungan PDI P, kemudian juga Dawam Rahardjo yang bisa maju di Lampung Timur dengan dukungan PDI P. Sehingga PDI P bisa mengusung calon tanpa kualisi.
Lawan Kotak Kosong
Sebelum ada putusan MK, sempat terjadi tarik ulur partai tingkat Provinsi, dan awalnya hampir semua partai mengusung paslon gubernur dan wakil gubernur, Rahmat Mirzani Djausal dan Jihan Nurlela. Namun, akhirnya Arinal bisa maju.
“Jadi awalnya juga ada tiga calon tunggal bertarung dengan kotak kosong, yakni Lampung Timur, Lampung Barat,Tulangbawang Barat, dan Lampung Timur berdinamika. Karena sempat tidak diterimanya calon (Dawam), ini merupakan angin surga dari partai politik terhadap putusan MK,” katanya.
Selain itu, Candrawansah juga melihat adanya persaingan sengit Pilkada serentak 2024. Seperti Lampung Selatan, dan Tanggamus. Di mana Petahana atau kepala daerah terakhir, mendapatkan beberapa lawan yang cukup berat.
Kemudian, beberapa kabupaten/kota yang komposisinya head to head juga cenderung panas, seperti Pesawaran, Bandar Lampung, Lampung Selatan, dan lainnya.
“Selain daerah yang lawannya berat, daerah dengan dua pasang calon juga berpotensi panas. Karena itu butuh atensi lebih dari penyelenggara, TNI Polri, dan stakeholder setempat, agar potensi panas turun,” katanya.
Kemudian pada masa kampanye beberapa catatan kerawanan juga harus mengantisipasinya. Misalnya netralitas ASN, karena beberapa petahana atau kepala daerah terakhir juga maju, sehingga masih memiliki power.
“Netralitas ASN menjadi momok, ketika petahana, atau kerabat petahana maju. Ini harus jadi atensi, ini harus jadi perhatian pengawas pemilu, agar bisa mendeteksi. Kemudian potensi politik uang juga, harus benar-benar mengawasi,” katanya.
Kampanye Hitam
Selanjutnya, pola-pola kampanye hitam juga berpotensi ada. Seharusnya, para calon kepala daerah bisa berkampanye terkait program kerja dan visi misi, yang bisa berguna untuk masyarakat.
Selain itu beberapa lokasi khusus juga harus jadi atensi misalnya, tempat ibadah dan juga kawasan pendidikan, di mana yang tertuang dalam UU 7 no 2017 tentang pemilu dan UU no 10 tahu 2016 tentang Pilkada larangan tersebut dan ada unsur pidananya.
“Di Lampung sudah ada bumbunya, (kampanye tempat ibadah), ini harus atensi juga,” katanya.
Karena itu, Candra berharap pilkada serentak berjalan dengan riang gembira. Sehingga perluperan dari pihak terkait. Yakni, Penyelenggara pemilu yang harus netral.
Kemudian, kesadaran dari partai politik dan paslon, agar tidak hanya saling sikut, tapi memberikan edukasi politik ke masyarakat. Kemudian TNI Polri juga harus benar-benar netral, jangan ada upaya keberpihakan secara terselubung. Terakhir, masyarakat juga harus terlibat, terutama di dalam setiap tahapan pemilihan.
“Agar Pilkada riang gembira,”katanya.