Bandar Lampung (Lampost.co)–-Generasi muda semakin intensif menyuarakan permasalahan lingkungan, salah satunya keberadaan sampah atau limbah plastik.
Sebuah studi dari University of Georgia pada 2020 menemukan lebih dari 80% responden kalangan milenial dan gen Z merasa sangat khawatir terhadap dampak lingkungan yang disebabkan sampah plastik.
Mereka mengambil tindakan seperti mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dan berpartisipasi dalam kampanye kebersihan lingkungan.
Baca juga: Pergub Lampung Soal Panen Tebu Untungkan Korporasi dan Rugikan Lingkungan
Salah satunya ialah aktivis muda Aeshnina Azzahra Aqilani. Ia mengangkat isu soal sampah plastik di Indonesia yang erat kaitannya dengan industri daur ulang sampah impor.
Saat hadir dalam Komite Negosiasi Antarpemerintah Ke-4 (INC-4) di Ottawa, Kanada, 23-29 April 2024. Nina mewakili Break Free From Plastic dan River Warrior Indonesia mengungkapkan kepada seluruh delegasi yang hadir tentang banyaknya limbah di Sungai Brantas, Jawa Timur.
Sungai yang menjadi sumber air minum bagi 5 juta orang itu, sebut Nina, telah tercemar limbah industri dan daur ulang kertas impor.
“Sungai Brantas telah menjadi tempat pembuangan limbah cair dari industri daur ulang kertas. Sebagian besar mendaur ulang limbah kertas impor dari negara maju, tetapi di dalamnya juga diselundupkan limbah plastik kotor,” kata Nina.
Perempuan asal Gresik, Jawa Timur, itu membeberkan bahwa limbah dari sampah-sampah tersebut bukan hanya berasal dari dalam negeri.
Melainkan juga negara lain, yakni Australia, Kanada, Denmark, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Korea, Belanda, dan Amerika Serikat.
Pencemar Sungai Brantas
Bersama dengan River Warrior Indonesia, Nina mengumpulkan sampah selama tiga tahun dan menemukan bahwa kantong plastik, kemasan, botol, dan saset yang menjadi pencemar terbesar Sungai Brantas.
“Kami menemukan lebih dari 4.000 partikel mikroplastik dalam 100 liter air sungai. Itu sangat banyak jika kita bandingkan dengan mikroplastik di air yang saya sampel di Sungai Amstel pada tahun lalu, hanya 60 partikel dalam 100 liter,” ucapnya.
Masalah daur ulang
Ia turut memaparkan bahwa setiap tahun ada lebih dari 5 juta ton sampah kertas. Serta jutaan ton sampah plastik impor yang terdaur ulang di Indonesia.
Menurut Nina, sebagian besar plastik itu tidak dapat terdaur ulang, akhirnya mencemari Sungai Brantas dengan mikroplastik dan bahan aditif lain. Padahal air sungai itu sangat masyarakat andalkan sebagai bahan baku air minum. Serta irigasi bagi ribuan hektare tambak di Sidoarjo, Jawa Timur.
“Negara maju mengirim beban (sampah) plastik (impor) mereka kepada kami, tetapi kami bahkan tidak dapat mengelola limbah kami sendiri! Ini tidak adil,” tegasnya.