Bandar Lampung (Lampost.co) — Sejumlah akademisi menilai Pertamina masih menjadi penopang utama dalam menjaga stabilitas pasokan bahan bakar minyak (BBM) nasional. Di tengah munculnya isu kelangkaan di beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) swasta, mereka menegaskan kondisi itu tidak mencerminkan situasi energi nasional secara keseluruhan.
Pakar energi Institut Teknologi Sumatera (Itera), Rishal Asri, mengatakan Pertamina merupakan satu-satunya entitas yang memiliki jaringan distribusi BBM hingga ke pelosok daerah. Bahkan Pertamina mencapai wilayah-wilayah ekstrem di Indonesia Timur.
“Kalau dikatakan menjaga kedaulatan energi, ya sudah. Pertamina sudah berhasil. Siapa yang mau bangun SPBU di Papua selain Pertamina? Swasta mana yang sanggup?” ujar Rishal dalam diskusi Satu Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran: Dari Sudut Pandang Energi di Bandar Lampung, Kamis, 23 Oktober 2025.
Menurut dia, keberhasilan program BBM satu harga menjadi bukti komitmen Pertamina dalam menghadirkan pemerataan energi di seluruh wilayah Indonesia. Sementara SPBU swasta umumnya hanya beroperasi di kawasan perkotaan dan belum mampu menjangkau wilayah terpencil.
“SPBU swasta ini kebanyakan di daerah ibu kota. Kalau mau adil, mereka juga harus bangun di daerah lain, bukan cuma di kota besar,” kata dia.
Rishal menambahkan, berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hingga 2024 terdapat 2.314 SPBU swasta dari total 15.917 SPBU di Indonesia. Dominasi jaringan Pertamina itu, kata dia, menjadi faktor utama kestabilan pasokan BBM nasional tetap terjaga.
“Kalau mau buka SPBU swasta, silakan, tapi jangan cuma rebut pasar di kota besar. Harus juga bangun di luar Jawa supaya seimbang,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan bahwa isu kelangkaan BBM yang sempat ramai di media sosial lebih banyak disebabkan keterbatasan pasokan di SPBU swasta. Bukan di jaringan nasional Pertamina. Karena itu, pemberitaan tentang krisis atau kelangkaan BBM sebaiknya tidak digeneralisasi sebagai masalah nasional.
“Masalahnya, isu di Jakarta sering dianggap isu nasional, padahal di daerah nggak relevan,” pungkasnya.








