Bandar Lampung (Lampost.co) — Penerapan kurikulum merdeka dalam dunia pembelajaran memiliki tantangan tersendiri. Sebab proses belajar yang komperhensif mendorong para siswa dan guru untuk mempelajari gaya belajar yang berbeda-beda.
Akademisi UIN Raden Intan Lampung, Sovia Mas Ayu, menyebut kondisi ini membuat proses assesment dalam kurikulum merdeka tidak bisa, jika hanya menggunakan satu alat penilaian.
“Menurut saya ini hanya bisa diterapkan oleh sekolah yang sudah siap. Sekolah yang belum siap tidak direkomendasikan,” ujar Sovia dalam acara seminar nasional oleh Himpunan Evaluasi Pendidikan Indonesia (HEPI) UKD Lampung ,Kamis, 29 Februari 2024.
Apapun bentuk penerapan kurikulum dalam pembelajaran, Sovia menilai proses assesment harus memiliki prinsip sendiri yang tidak akan berubah.
“Sebab sssesement itu tujuan akhirnya adalah mendadapatkan informasi ketercapaian peserta didik. Tujuannya supaya anak tidak merasa terzolimi dan merasa belajar tidak sesuai dengan kemampuannya,” jelas dia.
Namun seiring dengan waktu, ia menyebut saat ini ada banyak bentuk penerapan assesment. Baik dalam bentuk observasi, ceklis, catatan anekdot, ataupun catatan harian.
“Karena saat kita bicara assesment, kita bicara siswa karena mereka objeknya. Dan ini menysesuaikan lagi dengan umur sisiwa,” katanya.
Salah satu bentuk pembaruan teranyar dari assesment pendidikan yaitu Progresive achievment test (PAT).
PAT merupakan tes standar assesment pendidikan untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, serta pengalaman murid selama mengikuti proses pembelajaran.
Melalui program assesment ini, pendidik akan mampu menentukan sejauh mana capaian yang mampu dikuasai murid dalam belajar.
Termasuk apa yang mereka butuhkan untuk belajar ke tahap selanjutnya. PAT ini seperti mistar, kita meletakkan murid dalam skala yang sama,” ujar Raisha Sastri Utami mewakili Australian Council for Edication Research (ACER) Indonesia.
Mutu Pendidikan
Sementara itu, ketua HEPI Pusat, Bahrul Hayat menyebut bahwa ada empat hal yang tidak bisa berubah dalam penilaian mutu pendidikan.
Pertama, seorang guru harus mengetahui apa yang ingin tercapai oleh murid. Sehingga learning outcome dalam pendidikan dapat lebih jelas dan terarah. Kemudian setelah mengetahui learning outcome tahapan selanjutnya menciptakan pengalaman belajar yang tepat agar learning outcome tercapai.
Dalam hal ini seorang guru harus memformulasikan pengalaman belajar seperti apa yang memungkinkan anak mudah menguasai.
Namun cara itu tidak akan berhasil jika tidak dibarengi dengan metode yang tepat. Oleh karenanya, ia menuturkan, bahwa perlu dilakukan konstruksi pembelajaran melalui metode yang efektif.
“Baru yang terakhir laksanakan, cek apakah learning outcome ini tercapai. Itulah yang namanya learning assesment,” jelasnya.