Bandar Lampung (Lampost.co)– Realisasi transfer Dana Bagi Hasil (DBH) oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung kepada kabupaten/kota menjadi sorotan Fraksi PDI Perjuangan. Dalam Rapat Paripurna Lanjutan Pembicaraan Tingkat I Terkait Raperda Tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2023.
Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan DPRD Lampung, Budi Condrowati, mengatakan kontroversi pencairan DBH Pemprov Lampung tahun anggaran 2023 menjadi perhatian publik.
“Berdasarkan hasil audit BPK RI atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Pemprov Lampung tahun anggaran 2023. Utang DBH ke pemerintah kabupaten/kota mencapai Rp1,08 triliun,” ujarnya dalam agenda tersebut, Selasa, 23 Juli 2024.
Wali Kota Bandar Lampung Sebut Pemprov Ingkar Janji dalam Pencairan DBH
Realisasi belanja transfer daerah untuk DBH pada 2023 senilai Rp1,19 triliun. Angka ini turun hingga Rp158,18 miliar atau 11,69 persen dari pada 2022 dengan realisasi senilai Rp1,35 triliun.
Sedangkan, realisasi pendapatan pajak daerah di tahun 2023 mengalami peningkatan sebesar Rp106,68 miliar atau 3,41 persen menjadi Rp3,23 triliun bila di bandingkan dengan 2022.
Kondisi ini menunjukkan peningkatan realisasi pajak daerah Provinsi Lampung yang merupakan sumber DBH kabupaten/kota tidak berbanding lurus dengan realisasi belanja transfer DBH.
“Pada satu sisi realisasi pajak meningkat. Di sisi lain transfer DBH kabupaten/kota malah menurun,” ungkapnya.
Hal tersebut menunjukkan adanya penundaan transfer ke kabupaten/kota dan menambah utang DBH oleh Pemprov Lampung.
“Akibatnya, terjadi peningkatan utang DBH sebesar 55,27 persen di tahun 2023 dari pada dengan utang DBH tahun 2022,” tuturnya.
Fraksi PDIP menyebut penundaan transfer DBH adalah bentuk tidak transparannya anggaran yang di transfer ke daerah, tidak adil. Serta tidak selaras dengan perhitungan dana transfer yang diatur dalam perundang-undangan.
“Ini merupakan bentuk kesewenang-wenangan gubernur dan telah terjadi ketidakpastian hukum yang tercermin dari tidak transparannya anggaran yang di transfer ke daerah,” jelasnya.
Dampak yang timbul dari penundaan transfer DBH antara lain ketidakpastian RAPBD kabupaten/kota, ketimpangan pembangunan antar daerah. Serta kendala bagi kabupaten/kota dalam merealisasikan pembangunan.
“Dampak lainnya yaitu menurunnya kinerja pemerintah kabupaten/kota,” pungkasnya.