Bandar Lampung (Lampost.co) –Tiga produk olahan perikanan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Lampung bertandar Nasional Indonesia (SNI).
Kepala Penerapan Mutu Hasil Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan (PMHP DKP) Provinsi Lampung, Sri R Damayanti, mengatakan dari seluruh UMKM yang terdaftar melalui lembaga setempat baru beberapa produk olahan perikanan yang berasal dari Lampung.
“Jadi sampai saat ini yang terdaftar di kami ada 16 UMKM. Namun baru 3 UMKM di lampung yang sudah berstandar SNI. Sisanya adalah produk dari Sumatra Selatan. Itu kebanyakan produk pempek karena memang pemerintahnya telah menerapkan produk pempek diimbau memiliki standar SNI,” ujar Sri, Kamis 21 Maret 2024.
Untuk itu pihaknya akan terus mendorong agar seluruh produk olahan perikanan di Lampung naik kelas dan berstandar.
Dengan memiliki sertifikat kelayakan, maka tingkat produksi akan bertambah.
“Kami selalu melakukan jemput bola yang sudah sadar akan mutu dan beberapa UMKM itu sudah merasakan manfaatnya. Setelah mereka menerapkan SNI pada produknya. Pemasaran tidak hanya di lingkup Lampung saja tapi sudah ke provinsi lain dan jumlah produksinya bertambah,” ucapnya.
Ia menjelaskan pada lembaga setempat beberapa produk olahan perikanan telah memiliki standar dan terakreditasi.
Seperti, produk ikan renyah, bandeng presto, sarden dan makarel, ikan asap, kerupuk ikan mentah, bakso ikan. Kemudian abon ikan, pempek ikan rebus beku, bandeng cabut duri.
Ddaging rajungan, kerupuk ikan siap makan, filet patin beku dan keripik kulit ikan goreng.
Dengan seluruh produk itu telah terakreditasi dan berstandar SNI, maka Badan Standarisasi Nasional (BSN) akan membantu produk UMKM tersebut dari sisi pemasarannya.
“Sehingga masyarakat atau pelaku usaha yang lain akan melihat atau menggunakan produk itu walaupun itu dari provinsi lain,” kata dia.
Fasilitas Pendukung
Selain itu juga setelah suatu produk naik kelas ber SNI, banyak instansi pemerintah yang membantu untuk memberikan fasilitas pendukung. Seperti bantuan alat unit produksi, kemudian proses pemasaran.
“Seperti BI kerap mengambil produk yang telah SNI untuk dipasarkan melalui pameran inklusif bertaraf nasional dan internasional,” tambahnya.
Menurutnya, kendala yang para pelaku UMKM untuk menstandarisasikan produknya ialah sumber daya. Baik dari alat produksi hingga pekerja yang belum mengetahui manfaat lebih dari standarisasi tersebut.
“Kami juga berupaya mencarikan mitra untuk UMKM ini bisa tetap mengajukan permohonan SNI. Jadi kami tidak hanya lakukan pengujian terhadap produk dan jemput bola. Tapi juga membantu agar mereka mudah untuk memperoleh akreditasi produk,” pungkasnya.