Bandar Lampung (Lampost.co) — Keberadaan perusahaan plat merah Badan Usaha Milik Negara atau BUMN mestinya bisa berkontribusi terhadap pembangunan daerah. Sebab keberadaannya turut membawa tanggung jawab moral bagi daerah tempatnya berada.
Pengamat Kebijakan publik, Dedy Hermawan mengungkapkan. Semua stakeholder termasuk BUMN harus berkontribusi aktif bagi pembangunan daerah tempatnya beroperasi. Jangan sampai, keberadaan perusahaan BUMN malah menjadi problem bagi masyarakat dan pemerintah daerah.
Kemudian misalnya, masalah yang timbul dari salah satu perusahaan BUMN adalah gangguan lalu lintas akibat perlintasan kereta api. Perlintasan kereta mengakibatkan penurunan produktivitas masyarakat karena tak bisa melintas dalam waktu yang lama.
“Selain mereka harus menjaga lingkungan tapi juga berkontribusi terhadap permasalahan pembangunan. Apalagi untuk kesejahteraan masyarakat baik infrastruktur maupun lainnya,” katanya, Selasa, 6 Mei 2025.
Lalu ia menyampaikan, skema kolaborasi itu harus bisa termaksimalkan oleh pemerintah untuk melibatkan masyarakat sipil, swasta, maupun BUMN dalam melakukan pembangunan. Pihak-pihak tersebut harus berkomunikasi untuk pembangunan mulai dari perencanaan hingga penerapan.
“Seperti ada forum CSR yang sekarang, mungkin bisa teroptimalkan lagi untuk penyelesaian masalah daerah.,” ujar akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung ini.
Selanjutnya ia berpendapat, awal periode ini, pemerintah mesti melakukan evaluasi seberapa optimal peran dari perusahaan BUMN bagi daerah. Jangan sampai kontribusinya hanya sekedar menggugurkan tanggung jawab sehingga tidak maksimal.
“Itu semua bisa, tinggal bagaimana optimalisasi pola pembangunan yang kolaboratif. Karena mereka punya tanggung jawab moral juga karena berada pada sebuah daerah,” katanya.
Sementara itu, Humas PT KAI Divre IV Tanjungkarang, Azhar Zaki Assjari menyampaikan. Pihaknya telah menyalurkan CSR Rp.814 Miliar untuk program bina lingkungan pada wilayah kerja selama 2024. Wilayah kerja tersebut dari Bandar Lampung hingga Ogan Komering Ulu (Oku), Sumatera Selatan.
Kemudian dana tersebut tergunakan untuk pengembangan sarana pendidikan, tempat ibadah, peningkatan kesehatan, bantuan korban bencana alam, dan pengembangan fasilitas umum. Meski begitu Zaki enggan membuka rincian penyaluran CSR tersebut.
“CSR tidak Lampung saja, tapi sampai OKU juga,” singkatnya.
Jadi Sorotan Gubernur
Sebelumnya, Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, mengeluhkan minimnya kontribusi sejumlah perusahaan BUMN terhadap Provinsi Lampung. Padahal, Pemerintah Provinsi Lampung harus mengurus sekitar 9,4 juta penduduk.
Rahmat Mirzani Djausal menjelaskan bahwa Provinsi Lampung tidak memiliki areal tambang skala besar. Berbeda dengan provinsi lain yang menerima dana bagi hasil (DBH) tambang hingga mencapai Rp200 miliar.
Kemudian menurut Mirza ada salah satu BUMN pada bidang pertambangan yang hanya melewati Lampung dari Sumatera Selatan menuju Pulau Jawa. “Tambang kami tidak ada satu persen pun, hanya menjadi lintasan. Perusahaan itu, 27 juta ton keluar lewat pelabuhan. Tapi kami tidak menerima sepersen pun, hanya dapat CSR saja,” ujar Mirza dalam agenda RDP bersama Komisi II DPR RI dan Kemendagri kemarin.
Selain itu, Mirza juga mengeluhkan minimnya kontribusi pada perusahaan sektor pelabuhan terhadap Provinsi Lampung. “Pelabuhan itu ada 40 juta warga dari Jawa ke Lampung dan dari Lampung ke Sumatera menggunakan pelabuhan. Tetapi rakyat Lampung tidak menerima apa-apa karena perusahaan pelabuhan yang mengelolanya. Begitu juga pelabuhan lain untuk impor, kami tidak mendapat apa-apa,” katanya.
Kemudian Mirza menyoroti banyaknya aktivitas ekonomi BUMN yang tidak memberikan kompensasi kepada Provinsi Lampung maupun kabupaten/kota. “Padahal, pemerintah daerah, yakni walikota dan bupati, tetap harus melayani masyarakat. Ketika anggaran tidak mencukupi, bupati dan walikota yang menanggung risikonya lebih dulu,” ujarnya.