Bandar Lampung (Lampost.co) – Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Lampung, Thomas Amirico, menjelaskan penyebab kekhawatiran masyarakat terkait penerimaan siswa baru melalui Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) jalur domisili.
Kekhawatiran itu muncul setelah adanya perubahan kriteria seleksi. Kini, sistem lebih memprioritaskan nilai rapor akademik dibanding jarak tempat tinggal ke sekolah. Kebijakan ini menuai protes calon wali murid yang menilai aturan baru itu tidak adil.
Salah satu kasus yang memicu polemik terjadi di SMAN 2 Bandar Lampung. Seorang calon siswa yang tinggal hanya 50 meter dari sekolah tidak lolos seleksi. Sementara itu, siswa lain yang berdomisili dua kilometer dari sekolah justru diterima.
“Pergeseran kebijakan ini menimbulkan kebingungan, kekecewaan, dan rasa ketidakadilan di kalangan orang tua. Banyak yang merasa dirugikan karena sebelumnya, faktor jarak menjadi pertimbangan utama,” ujar Thomas, Kamis, 20 Juni 2025.
Thomas menjelaskan, perubahan sistem ini mengacu pada regulasi terbaru dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah melalui Permendikdasmen No. 3 Tahun 2025. Salah satu poin penting adalah perubahan sistem dari PPDB menjadi SPMB.
Dalam jalur domisili SPMB 2025 untuk jenjang SMA, seleksi utama dilakukan berdasarkan nilai akademik. Jika ada kesamaan nilai, maka faktor jarak domisili diperhitungkan. Jika masih sama, seleksi ditentukan berdasarkan usia calon siswa yang lebih tua, lalu waktu pendaftaran.
“Perubahan ini bertujuan mengatasi penyalahgunaan data domisili yang sering terjadi saat PPDB zonasi sebelumnya,” jelasnya.
Memberi Peluang
Thomas menambahkan, sistem ini juga bertujuan memberikan peluang bagi siswa dengan nilai akademik tinggi meski tinggal agak jauh, melalui jalur domisili sebaran dengan kuota 30 persen.
“Sistem zonasi sebelumnya dianggap membentuk kasta sekolah favorit, yang justru bertentangan dengan prinsip keadilan,” katanya.
Ia menegaskan, Dinas Pendidikan Provinsi Lampung hanya menjalankan kebijakan pusat. Namun pihaknya akan tetap menampung dan meneruskan keluhan masyarakat ke kementerian.
“Keluhan ini akan kami laporkan langsung ke Kementerian Pendidikan agar ada evaluasi atau solusi konkret. Karena sebagai pelaksana, kami tidak punya kewenangan untuk mengubah aturan,” ujarnya.