Bandar Lampung (Lampost.co) — Akademisi Universitas Lampung, Vincensius Soma Ferrer, menilai imbauan pemerintah agar Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak memamerkan gaya hidup mewah (flexing) perlu dibarengi dengan sistem pengawasan dan sanksi tegas. Upaya ini agar imbauan tersebut tidak sekadar menjadi seremonial belaka.
Menurutnya, persoalan flexing ASN tidak hanya menyangkut persoalan etika, tetapi juga moralitas birokrasi.
“Imbauan tanpa di dukung sistem yang kuat sering kali hanya menjadi angin lalu. Ini menunjukkan adanya penyakit pemerintahan dalam hal akuntabilitas dan lemahnya pengawasan,” katanya, Rabu, 3 September 2025.
Baca Juga:
Masyarakat Harapkan ASN Lebih Sederhana dan Humanis
Ia pun menekankan, ada dua hal mendasar yang harus pemerintah tekankan. Pertama, sejauh mana imbauan ini akan benar-benar ASN patuhi. Kedua, apakah ada sanksi yang mengikat bagi ASN yang tidak mengindahkan imbauan tersebut.
“Jika pertanyaan itu tidak terjawab dengan jelas, maka imbauan tentu akan kehilangan daya tawar,” ujarnya.
Transparan dan Efektif
Pengamat Kebijakan Publik itu menilai Pemprov Lampung perlu melangkah lebih jauh dari sekadar imbauan. Pemerintah harus membangun mekanisme pengawasan yang transparan dan efektif. Bukan hanya internal, tetapi juga dengan melibatkan masyarakat.
“Masyarakat sebenarnya bisa berperan langsung dalam mengawasi. Tetapi agar tidak memicu amarah publik, Pemprov harus menyediakan sistem pengaduan yang aman serta melindungi identitas pelapor,” jelasnya.
Ia menambahkan, penegakan disiplin ASN harus kita sertai dengan penerapan sanksi yang konsisten dan terukur.
“Karena menyangkut moralitas birokrasi, maka pelanggaran harus diberikan sanksi, mulai dari teguran hingga administratif. Dengan begitu akan tercipta efek jera dan mencegah kasus serupa terulang,” tutupnya.