Bandar Lampung (Lampost.co) — Praktik parkir liar banyak terlihat di titik-titik layanan umum dan pusat perbelanjaan di Bandar Lampung. Kegiatan itu kerap kali menimbulkan ketidaknyamanan dari masyarakat.
Pengamat Kebijakan Publik Unila, Prof Marselina, menjelaskan pungutan parkir yang memanfaatkan fasilitas negara atau daerah harus masuk ke dalam kas retribusi daerah.
Pungutan parkirnya pun tidak sembarangan. Sebab, petugas parkir harus mampu menunjukan bukti tagihan atau tarif parkir yang legal dan sah.
BACA JUGA: Parkir Liar Makan Trotoar di Sejumlah Ruas Jalan Bandar Lampung
“Sekarang kondisinya kalau parkir itu tidak pakai kartu atau tagihan parkir yang legal artinya parkir liar. Itu seharusnya tidak boleh,” kata Marselina, Kamis, 16 Mei 2024.
Selain mengganggu kenyamanan masyarakat, parkir liar juga bisa menimbulkan kerugian bagi negara. Sebab, uang hasil tagihan parkir hanya akan masuk ke kantong pribadi, bukan ke pendapatan daerah.
Sementara untuk mengatasinya butuh monitoring secara rutin dari Satpol PP untuk menetralisasi titik-titik yang kerap menjadi lahan parkir liar para oknum tidak bertanggung jawab.
Menurut dia, parkir liar banyak menjamur karena adanya pembiaran. Untuk itu, kehadiran Satpol PP sepatutnya bisa memberikan tindak tegas terhadap praktik tersebut.
“Kontrol dan monitor itulah fungsi utama dari Satpol PP. Mereka harus menyebar ke titik-titik yang memang rawan parkir sampai akhirnya juru parkir terbiasa Satpol PP jaga sehingga tidak berani narik,” katanya.
Kesadaran Masyarakat
Selain itu, kesadaran dari masyarakat untuk tidak lagi memberikan pemakluman yang dapat melanggengkan kegiatan ilegal itu.
Masyarakat harus paham parkir yang legal itu terdapat aturannya yang hasilnya masuk ke dalam kas daerah. “Kalau di luar itu berarti pungutan liar. Artinya kalau membayar berarti melegalkan pungutan liar,” ujar dia.
Namun, ia juga tidak menampik kondisi di lapangan yang terdapat aksi premanisme kerap menghantui masyarakat. Untuk itu, butuh kerja sama antara pemerintah dan aparatur keamanan untuk mengkondisikan praktik premanisme parkir liar.
“Seharusnya Pemkot itu ada aturan toko-toko punya lahan parkir sendiri dengan tulisan parkir gratis. Risikonya memang rawan terjadi keributan antara yang punya toko sama preman. Sehingga, perlu ada dukungan dari polisi atau pihak keamanan,” ujarnya.
Menurut dia, adanya tulisan parkir gratis bisa memperjelas dan argumen kuat. “Tapi, kalau masih ngotot, ya viral kan saja. Kalau mengarah kriminalitas bisa saja mereka tertangkap polisi,” kata dia.
Dia menilai profesi menjadi juru parkir memang menjadi lapangan pekerjaan yang cukup menjanjikan di tengah sulitnya mencari pekerjaan. Namun, hal itu bukan jadi alasan untuk lepas dari aturan.
Apalagi, jika hal tersebut sampai menimbulkan kerugian bagi masyarakat. “Masyarakat pun tentu tidak akan nyaman kalau semua-semuanya serba bayar,” kata dia.